BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib,
mengakibatkan lahirnya kekuasaan yang berpola dinasti atau kerajaan. Pada
kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan
Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa
berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang
sesudahnya.
Dinasti Bani
Umayyah merupakan dinasti yang berkuasa selama kurang lebih 90 tahun
(41-132/661-750). Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang
didirikan oleh Muawiyah Ibn Abu Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya
dengan cara menolak pembaiatan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian
ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi
politik yang sangat menguntungkan baginya.
Jatuhnya Ali
dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak Khawarij (kelompok yang
membangkang dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan
dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi
politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa
bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun
dengan perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan
kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M-41 H dan dikenal
dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam menjadi
satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan
menjadi kerajaan. Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak
baru dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan sumbangan
dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
diantaranya:
1.
Bagaimana
pembentukan pemerintahan dinasti Umayyah I ?
2.
Bagaimana
pertumbuhan pemerintahan dari tahun (661-680 M) ?
3.
Bagaimana
masa kejayaan pemerintahan dan perkembangan ilmu dari tahun (685-715 M)?
4.
Apa
penyebab kemunduran pemerintahan dinasti Umayyah I?
5.
Apa
saja faktor-faktor kejatuhan dinasti Umayyah I ?
6.
Siapa
saja para khalifah dinasti Umayyah I di Syria ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui bagaimana pembentukan pemerintahan dinasti Umayyah I.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana pertumbuhan pemerintahan dari tahun (661-680 M).
3.
Untuk
mengetahui bagaimana masa kejayaan pemerintahan dan perkembangan ilmu dari
tahun (685-715 M).
4.
Untuk
mengetahui apa penyebab kemunduran pemerintahan dinasti Umayyah I.
5.
Untuk
mengetahui apa saja faktor-faktor kejatuhan dinasti Umayyah I.
6.
Untuk
mengetahui siapa saja para khalifah dinasti Umayyah I di Syria.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembentukan
Pemerintahan Dinasti Umayyah I
Wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib pada
bulan ramadhan tahun 40 H/661 M, menimbulkan dampak politis yang cukup berat
bagi kekuatan Islam khususnya para pengikut setia Ali (Syi’ah). Oleh karena
itu, tidak lama berselang umat Islam dan para pengikut Ali bin Abi Thalib
melakukan sumpah setia (ba’iat) atas diri Hasan bin Ali untuk diangkat menjadi
khalifah pengganti Ali bin Abi Thalib.
Proses pengangkatan itu dilakukan
dihadapan banyak orang. Mereka yang melakukan sumpah setia ini ada sekitar
40.000 orang. Orang yang pertama kali mengangkat sumpah setia adalah Qays bin
Sa’ad, kemudian diikuti oleh umat Islam
pendukung setia Ali bin Abi Thalib. Pengangkatan Hasan bin Ali dihadapan orang
banyak tersebut ternyata tetap saja tidak mendapat dukungan dari Muawiyah bin
Abu Sufyan dan para pedukungnya. Dimana pada saat itu, Muawiyah yang menjabat
sebagai gubernur Damaskus juga menobatkan dirinya sebagai khalifah. Hal ini
disebabkan karena Muawiyah sendiri sudah sejak lama mempunyai ambisi untuk menduduki
jabatan tertinggi dalam dunia Islam.
Namun, Hasan bin Ali adalah sosok yang
jujur dan lemah secara politik. Ia sama sekali tidak ada ambisius untuk menjadi
pemimpin negara. Ia lebih mementingkan persatuan umat. Hal ini dimanfaatkan
oleh Muawiyah untuk mempengaruhi masa untuk tidak melakukan ba’iat terhadap
Hasan bin Ali. Sehingga banyak terjadi permasalahan politik, termasuk
pemberontakan-pemberontakan yang didalangi oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Hasan
bin Ali melakukan kesepakatan damai dengan kelompok Muawiyah dan menyerahkan
kekuasaannya kepada Muawiyah pada bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661M. Oleh
karena itu, kepemimpinan Hasan hanya bertahan beberapa bulan saja.
Nama lengkapnya Muawiyah bin Abu Sufyan
bin Harb bin Umayah bin Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushai. Ibunya Hindun
binti Utbah bin Rabiah bin Abd al-Syams. Muawiyah dilahirkan di Makkah lima
tahun sebelum kerasulan Nabi s.a.w, dan masuk Islam bersama ayahnya Abu Sufyan,
saudaranya Yazid dan ibunya Hindun pada waktu penaklukan kota Makkah. Muawiyah
adalah seorang yang ahli dan paling menguasai dunia politik, cerdik, ahli
siasat, penguasa yang kuat dan bagus planingnya dalam urusan pemerintahan. Maka
tidak mengherankan jika ia dapat menjadi gubernur selama dua puluh dua tahun
(pada masa khalifah Umar dan Utsman, 13-35 H), dan menjadi khalifah selama dua
puluh tahun (41-60 H).
Sementara Hasan, nama lengkapnya adalah
Hasan bin Ali bin Abi Thalib bin Abd al-Muthalib. Dia dilahirkan di Madinah
tahun ketiga hijrah, cucu Nabi dari putrinya Fatimah. Namanya diberikan oleh
kakeknya Rasulullah, dan Nabi sangat mencintai cucunya itu. Hasan ikut dalam
ekspedisi penaklukan ke Arika Utara dan Tabaristan pada masa khalifah Utsman
bin Affan. Ikut melindungi khalifah dari serangan pemberontak dan ikut dalam
perang Jamal dan Shiffin bersama ayahnya.
Dengan demikian, dunia Islam sepeninggal
khalifah Ali terdapat dua khalifah, yaitu di Kufah dan Syam. Maka tawaran Hasan
untuk berdamai merupakan suatu hal yang tepat untuk mengatasi masalah itu.
Itulah sebabnya waktu Hasan mengajak Muawiyah berdamai langsung diterima Muawiyah
karena dia sangat berambisi menjadi khalifah. Walaupun Hasan mengajukan
beberapa syarat, bagi Muawiyah hal itu tidak ada persoalan, asalkan jabatan
khalifah diserahkan Hasan bin Ali kepadanya. Adapun syarat-syaratnya, yaitu :
a.
Hasan
menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyah dengan syarat, Muawiyah berpegang
teguh kepada kitabullah dan sunnah Rasul serta sirah (perilaku)
khalifah-khalifah yang shaleh.
b.
Agar
Muawiyah tidak mengangkat seseorang menjadi putra mahkota sepeninggalnya dan
urusan kekhalifahan diserahkan kepada orang banyak untuk memilihnya.
c.
Agar
Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap penduduk Irak, menjamin keamanan dan
memaafkan kesalahan mereka.
d.
Agar
pajak tanah negeri Ahwaz di Persia diperuntukan kepada Hasan dan diberikan
setiap tahun.
e.
Agar
Muawiyah membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 5 juta dirham dari Baitul
Mal.
f.
Agar
Muawiyah datang secara langsung ke Kufah untuk menerima penyerahan jabatan
khalifah dari Hasan dan mendapat ba’iat dari penduduk Kufah.
Muawiyah menyetujui syarat-syarat yang
diajukan Hasan. Untuk itu, dia datang ke Kufah menerima ba’iat jabatan khalifah
dari Hasan dan penduduk Kufah. Tahun itu (661 M/41H) disebut “Tahun
Persatuan”, karena umat Islam telah bersatu dibawah pimpinan seorang
khalifah.
Hasan meninggal dunia di Madinah pada
tahun 49 H. Karena diracun oleh salah seorang istrinya. Menurut Syi’ah, sudah
berulang kali suruhan Muawiyah hendak meracun Hasan agar Muawiyah terbebas dari
membayar kompensasi yang dipikulnya terus menerus setiap tahun.
Nama dinasti Umayyah dinisbatkan kepada
Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting ditengah
Quraisy pada masa Jahiliyah. Muawiyah menciptakan sistem Monarki dalam
pemerintahannya, walaupun untuk itu, dia telah melanggar janjinya dengan Hasan
bin Ali. Daulah yang didirikan oleh Muawiyah ini diambil dari nama Umayyah bin
Abd. Syams, datuk Muawiyah, daulah ini berkuasa selama kurang lebih 90 tahun
(41-132 H/661-750 M) dan dipimpin oleh 14 orang khalifah. Masa pemerintahan
khalifah-khalifah itu dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu masa
pertumbuhan, masa puncak dan masa kemunduran serta faktor-faktornya.
B.
Pertumbuhan
Pemerintahan (661-680 M)
Pada masa pertumbuhan ini mencakup masa pemerintahan
Muawiyah (661-680 M/41-60 H), Yazid bin Muawiyah (680-683 M/61-63 H), Muawiyah
bin Yazid (683 M/63 H) dan Marwan bin Hakam (684-685 M/64-65 H).
1.
Muawiyah
bin Abu Sufyan (661-680 M/41-60 H)
Muawiyah sebagai khalifah pertama
melakukan pemindahan ibu kota negara dari Kufah (pusat kekuasaan Ali) ke
Damaskus karena dia sudah 22 tahun menjadi gubernur di daerah ini. Selain itu,
dia mempunyai pendukung yang dapat diandalkan disana, sedangkan di Kufah
terdapat pendukung Ali yang beraliran Syi’ah. Selain itu, Muawiyah untuk
pertama kali dalam pemerintahan Islam mempergunakan tenaga bodyguard
untuk alasan keamanan, juga Muawiyah membangun tempat khusus untuk dirinya di
dalam masjid yang disebut Maqsurah. Muawiyah juga memperkuat pemerintahan dengan
mengembangkan armada angkat laut sehingga ketika itu dia telah memiliki 1.700
buah kapal. Dia pernah menyerahkan angkatan laut dibawah pimpinan putranya
Yazid untuk merebut konstantinopel (668-669 M). Akan tetapi, usaha ini gagal
kaena pertahanan kota tersebut sangat kokoh.
Menjelang wafatnya, dia mengangkat
putranya Yazid sebagai putra mahkota yang mendapat dukungan dari para
gubernurnya, tetapi dia mendapat tantangan dari para tokoh sahabat di Madinah,
antara lain Husein bin Ali, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas dan Abdullah
bin Zubeir, karena hal itu bertentangan dengan janjinya pada Hasan dahulu.
Al-Mughiroh bin Syu’bah adalah
orang pertama yang mengusulkan kepada Muawiyah agar mengangkat anaknya Yazid
menjadi khalifah sepeninggalnya. Karena dia akan dipecat Muawiyah dari
jabatannya sebagai gubernur Kufah, maka dia pergi ke Syam menemui Yazid bin
Muawiyah. Pemikiran Al-Mughiroh itu diterima Muawiyah dengan menunjuk putranya
Yazid menjadi khalifah sepeninggalnya, karena dia berkeinginan agar umat Islam
tidak terlibat lagi dalam suatu pertempuran karena memperebutkan jabatan
khalifah.
Keinginan Muawiyah itu mendapat
dukungan dari para gubernurnya, kecuali Ziyad, gubernur Basrah yang
menganjurkan kepada Muawiyah agar tidak tergesa-gesa melaksanakan cita-citanya
itu. Tetapi, setelah Ziyad meninggal, Muawiyah mendapat dukungan dari anaknya
Ubaidilah bin Ziyad yang menggantikan ayahnya. Hal ini berarti keinginan
Muawiyah itu mendapat dukungan penuh dari kalangan Bani Umayyah, tetapi
ditentang oleh keturunan Bani Hasyim. Tantangan keras datang dari Abdurrahman
bin Abi Bakar. Tantangan dari Bani Hasyim dan sahabat-sahabat yang tinggal di
Madinah dihadapi Muawiyah dengan tangan besi. Dia datang kesana dan
mengumpulkan rakyat dan sahabat-sahabat tersebut di masjid. Muawiyah mengancam,
siapa yang berani memotong pembicaraannya, algojo telah siap memenggal
lehernya. Dalam pidatonya, disebutkan bahwa tokoh-tokoh kalian telah setuju
mengangkat Yazid sebagai khalifah sepeninggalku, “Apakah kalian setuju ?”
Disambut rakyat dengan suara bulat, setuju.
Dengan demikian, Muawiyah yang sudah
berkuasa selama dua puluh tahun telah mendapat persetujuan dari seluruh wilayah
untuk mengangkat putranya Yazid sebagai khalifah sepeninggalnya. Hal itu
berarti telah mengubah wajah pemerintahan Islam dari sistem Demokrasi menjadi
Monarki dengan mendudukan Bani Umayyah di semua jabatan-jabatan penting negara.
2.
Yazid
ibn Muawiyah (680-683 M/61-63 H)
Masa pemerintahan Muawiyah
digantikan oleh anaknya Yazid yang memerintah hanya selama tiga tahun (61-63
H), akan tetapi, karena mendapat perlawanan dari penduduk Kufah, Bashrah, dan
penduduk serta sahabat-sahabat di Madinah terutama di Makkah Abdullah bi Zubeir
memberontak, maka pemerintahannya dihadapkan kepada kerusuhan-kerusuhan.
Tahun pertama, dia membunuh Husein
bin Ali di Karbela. Saat itu, penduduk Kufah mengundang Husein bin Ali untuk
datang dan dijanjikan akan mereka angkat menjadi khalifah. Husein memenuhi undangan
walaupun kepergiannya ke Kufah dicegah beberapa sahabat, tetapi Husein tetap
berangkat dengan dikawal sekitar 200 orang, termasuk keluarganya. Mendengar
kedatangannya ke Kufah, maka Yazid memerintahkan gubernur Kufah Ubaidilah bin
Ziyad untuk mencegat Husein. Ubaidilah bersama 4.000 tentaranya mencegat Husein
di Karbela (25 mil Barat Laut Kufah), dn mereka membunuh Husein dan
rombongannya. Kepala Husein mereka penggal dan dikirim kepada khalifah Yazid di
Syam, sementara badannya mereka kuburkan di Karbela. Peristiwa itu terjadi pada
10 Oktober 680 atau 10 Muharam 61 H.
Tahun kedua, dia menjarah Madinah.
Karena penduduk Madinah tidak mengakui kekhalifahan Yazid. Oleh sebab itu, dia
mengirim utusan dan meminta kepada penduduk Madinah agar mereka taat kepadanya
tanpa peperangan. Maka Yazid mengirim tentara kesana dibawah pimpinan Muslim
bin Uqbah al-Murri, orang yang dikenal diktator dan kejam. Sayangnya, selama
tiga hari, Muslim membolehkan para pasukan tentaranya melakukan tindakan brutal
untuk berbuat apa saja yang mereka inginkan terhadap penduduk Madinah.
Tahun ketiga, dia menggempur
Ka’bah. Yazid menyuruh panglimanya, yaitu Muslim bin Uqbah agar melanjutkan
penyerangannya ke Makkah untuk menaklukan kota suci itu seperti yang telah dia
lakukan untuk kota Madinah. Sebab disana, Abdullah bin Zubeir mengangkat
dirinya sebagai khalifah dan diakui oleh seluruh penduduk Hijaz. Ditengah
jalan, dia meninggal dan digantikan oleh Husein bin Namir.
Yazid meninggal secara mendadak
tanpa diketahui yang menjadi penyebabnya, pemerintahannya digantikan oleh
anaknya Muawiyah II bin Yazid, sebagai pengganti dia hanya memerintah selama 3
bulan dan sakit-sakitan, karena tidak mampu mengendalikan pemerintahan, dia
mengundurkan diri. Tidak ada pengganti lagi dari keturunan mereka. Dengan
demikian, berakhirlah masa pemerintahan Bani Umayyah dari Abu Sofyan dan
beralih ke keturunan al-Hakam Abu Ash bin Umaiyah yaitu Marwan bin Hakam.
3.
Marwan
bin Hakam (684-685 M/64-65 H)
Marwan bin Hakam menggantikan
Muawiyah II sebagai khalifah, dia mantan sekretaris Utsman bin Affan, dan
menjadi gubernur Madinah pada masa Muawiyah, kini dia menjadi khalifah
menggantikan Muawiyah II. Pada saat dia diangkat menjadi khalifah sudah ada
tantangan dari Abdullah bin Zubeir yang pada masa itu sudah sejak khalifah
Yazid memberontak dan telah mendapat pengakuan dari penduduk Hijaz, Kufah,
Basrah dan sebagian penduduk Syam. Demikian juga dari kalangan Arab Utara di
Syam telah ikut mengakui Abdullah bin Zubeir menjadi khalifah, sementara Arab
Selatan berpihak kepada Marwan bin Hakam.
Dalam menghadapi tantangan tersebut,
Marwan hanya dapat mengalahkan Arab Utara dan mereka menyatakan tunduk
kepadanya, dan juga meneruskan serangan ke Mesir, penduduk Mesir pun menyatakan
sumpah setia kepadanya. Akan tetapi sebelum dapat mengalahkan penduduk Hijaz, dia
wafat pada bulan Ramadhan 65 H dan hanya memerintah selama satu tahun.
Sebelumnya, dia telah membujuk anaknya Abdul Malik sebagai penggantinya.
C.
Masa
Kejayaan Pemerintahan dan Perkembangan Ilmu (685-715 M)
Masa puncak pemerintahan daulah Umayyah berlangsung selama 30 tahun
(685-715 M), yaitu pada masa Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) dan putranya
Walid bin Abd Malik (705-715 M).
1.
Abdul
Malik bin Marwan (685-705 M)
Abdul Malik yang menggantikan ayahnya Marwan sebagai
khalifah adalah sebagai khalifah terbesar kedua setelah Muawiyah dalam
pemerintah daulah Umayyah, karena dia berhasil memadamkan banyak pemberontakan
dan menata administrasi pemerintahan, serta kemampuannya dalam mengendalikan
berbagai urusan sehingga dia berhasil membebaskan daulah Umayyah dari carut
marut yang merongrong daulah itu dan menggantinya dengan keagungan yang
mempesona. Abdul Malik lahir di Madinah pada tahun 26 H, pada masa pemerintahan
Utsman bin Affan. Dia dikenal sebagai orang yang hafal al-qur’an, dia juga adalah
seorang ilmuwan ahli fiqih, tafsir dan hadits di Madinah yang berguru pada
ulama-ulama Hijaz di Madinah.
Abdullah bin Zubeir telah
memberontak di Hijaz sejak masa khalifah Yazid bin Muawiyah, tetapi Abdul Malik
yakin dapat menghadapi pemberontakan Abdullah bin Zubeir tersebut. Untuk
menghadapi pemberontakan Abdullah bin Zubeir, Abdul Malik mengirim Hajjaj bin
Yusuf seorang panglima besar untuk memadamkan pemberontakannya di Makkah.
Hajjaj mengepung Makkah selama 6,5 bulan. Sementara itu, Abdullah bin Zubeir
berjuang gagah berani, namun pasukannya kalah dan dia terbunuh. Kemudian, Abdul
Malik mengangkat Hajjaj menjadi gubernur Hijaz untuk beberapa lama dan berhasil
pula menumpas pemberontakan lainnya di Semenanjung Arabia itu.
Ada tiga hal, pembenahan yang
dilakukan Abdul Malik dalam pemerintahannya, pertama, menjadikan bahasa
Arab sebagai bahasa resmi diseluruh wilayah negara daulah Umayyah. Kedua, menciptakan
mata uang yang seragam di seluruh wilayah negara. Dari mata uang dinar dan
dirham disatukan menjadi mata uang riyal, sampai sekarang. Ketiga, pelayanan
pos yang lebih disempurnakan dari yang selama ini ada untuk menghubungkan
sebuah ibu kota dengan ibu kota lainnya di seluruh provinsi dan antara provinsi
dengan negara.
2.
Walid
bin Abd Malik (705-715 M)
Setelah Abdul Malik memerintah
selama dua puluh tahun (685-705 M) dia mengangkat anaknya Al-Walid sebagai
khalifah penggantinya. Khalifah Al-Walid mewarisi stabilitas politik yang
memungkinkannya dapat membangun negara. Oleh sebab itu, dia memperluas Masjid
Makkah, membangun Masjid Madinah. Di Syam, sebagai ibu kota negara, dia
membangun sejumlah sekolah dan rumah ibadah serta membantu lembaga-lembaga
sosial, seperti lembaga yang menangani penderita penyakit kusta, lumpuh dan
buta.
Al-Walid bin Abdul Malik melakukan
perluasan wilayah di Front Timur mencapai titik terjauh dengan kecermelangan
dibawah dua panglima perangnya yaitu Qutaibah bin Muslim dan Muhammad bin
Al-Qasim, keduanya merupakan menantu Al-Hajaj. Mereka telah berhasil menguasai
India bagian barat (kini Pakistan) , Bukhara, Samargand, dan Sind. Penaklukan
di Front Barat yang dilakukan Musa bin Nushair, tidak kurang cemerlang dari
Front Timur. Sebagai gubernur, Qairawan dua dapat meluaskan wilayah Islam
sampai ke Spanyol.
3.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Peradaban
Selain mempelajari ilmu agama, para
ilmuwan muslim dari masa daulah Umayyah juga belajar banyak bidang keilmuan
lainnya. Faktor perkembangan ilmu pengetahuan daulah Umayyah adalah perluasan
wilayah kekuasaan.
a.
Ilmu
Agama
Salah satu ilmu agama yang
berkembang adalah ilmu hadits, yang ditandai dengan kodifikasi dan pembukuan hadits.
b.
Ilmu
Kalam
Ilmu kalam ini membahas masalah-masalah
keimanan dengan mempergunakan argumen-argumen akal atau filosofis. Munculnya
ilmu ini dalam Islam setelah Islam tersiar kepada bangsa-bangsa non-Arab yang
telah lebih tinggi kebudayaannya. Mereka senantiasa mengajukan
pertanyaan-mengenai dasar-dasar keimanan dengan mempergunakan argumen
filosofis. Diantara tokoh-tokoh ulama kalam adalah: Washil bin Atha, Abu Huzail
Al-Jubba’i dab Al-Nazham.
c.
Ilmu
Tasawuf
Ilmu ini muncul berawal dari ajaran
Zuhd, yaitu ajaran yag menekuni ibadah dan menjauhkan diri dari kesenangan
hidup duniawi. Dalam membersihkan jiwa sehingga berada dekat dengan Tuhan
mereka tempuh melalui tahapan-tahapan disebut dengan maqamat, seperti
al-Taubah, al-Zuhd, al-Shabar, al-Tawakkal, al-Ridha. Pelopor ajaran ini adalah
Hasan Basri.
d.
Ilmu
Bahasa
Pemerintahan daulah Umayyah
menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan di
berbagai wilayah. Hal ini kemudian mendorong lahirnya ahli bahasa, yaitu
Sibawaihi, yang menghasilkan karya berjudul Al-Kitab yang menjadi
pedoman ilmu tata Bahasa Arab hingga saat ini. Pada masa pemerintahan Abdul
Malik juga dilakukan pembaruan ragam tulisan Arab. Hajaj Ibn Yusuf
memperkenalkan tanda vokal dan tanda titik untuk membedakan beberapa huruf yang
sama bentuknya.
e.
Ilmu
Filsafat
Filsafat Islam pertama kali muncul
pada masa daulah Umayyah, dimulai dengan penerjemah filsafat Yunani kedalam
Bahasa Arab. Salah satu ilmuwan dalam bidang dilsafat yang sangat terkenal
adalah Al-Farabi. Al-Farabi menciptakan titik balik sejarah pemikiran filsafat
Islam dan salah satu karyanya adalah Ihsab al-Ulum (perhitungan ilmu).
f.
Ilmu
Kedokteran
Ilmuwan dalam bidang kedokteran yang
terkenal adalah Abu Al-Qasim Az-Zahrawi. Dia adalah seorang dokter terkemuka
yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya
ilmu bedah.
g.
Ilmu
Fisika
Salah satu ahli fisika dari Bani
Umayyah adalah Ibnu Bajjah, yang mengatakan bahwa selalu ada reaksi pada setiap aksi. Teori ini
berpengaruh pada fisikawan setelahnya, termasuk Newton dan Galileo.
Selain perkembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang ilmu agama, pada masa daulah Umayya berkembang juga
peradaban lainnya, yaitu:
a.
Arsitektur
Seni bangunan pada masa daulah
Umayyah adalah bangunan sipil berupa kota-kota, dan bangunan agama berupa
masjid-masjid. Di masa daulah Umayyah banyak kota-kota baru dibangun dan
kota-kota lama diperbaharui dengan pembangunan berbagai gedung dengan gaya
perpaduan Persia, Romawi dan Arab, tetapi dijiwai semangat Islam. Damaskus,
dahulu sebelum Islam merupakan ibu kota kerajaan Romawi di Syam. Sebagai kota
lama diperbaharui oleh Muawiyah, dengan mendirikan gedung-gedung indah bernilai
seni, dilengkapi dengan jalan-jalan dan taman rekreasi yang menakjubkan dan
dijadikan sebagai ibu kota daulah Umayyah. Pada masa Al-Walid, dibangun pula
masjid agung yang terkenal sampai sekarang dengan nama “Masjid Damaskus” atas
kreasi arsitektur Abu Ubaidah bin Jarrah.
b.
Organisasi
militer
Pada masa Umayyah, organisasi militer
terdiri dari Angkatan Darat (al-Jund), Angkatan Laut (al-Bahriyah), dan
Angkatan Kepolisian (as-Syurtah).
c.
Perdagangan
Setelah dinasti Umayyah berhasil
menguasai wilayah yang cukup luas, maka lalu lintas perdagangan mendapat
jaminan yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna
memperlancar perdagangan sutra, keramik, obat-obatan, dan wewangian. Adapun
lalu lintas dilautan ke arah negeri-negeri belahan timur untuk mencari
rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia.
d.
Kerajinan
Pada masa khalifah Abd Malik mulai
merintis pembuatan tiraz (semacam bordiran), yakni cap resmi yang
dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Di bidang seni
lukis, sejak khalifah Muawiyah sudah mendaapat perhatian masyarakat. Seni lukis
tersebut terdapat di masjid-masjid juga di luar masjid.
D.
Kemunduran
Pemerintahan Dinasti Umayyah I
Pada masa ini mencakup 8 orang khalifah,
yaitu Sulaiman bin Abd Malik (715-717 M), Umar bin Abd Aziz (717-720 M), Yazid
bin Abdil Malik (720-724 M), Hisyam bin Abd Malik (724-743 M), Al-Walid bin
Yazid (743-744 M), Yazid bin Al-Walid (744 M), Ibrahim bin Walid (744 M), dan
Marwan bin Muhammad (744-750 M).
1.
Sulaiman
Menahan Pahlawan Spanyol
Sulaiman bin Abdul Malik dilahirkan pada tahun 54 H. Dia
menggantikan saudaranya Al-Walid kebagai khalifah. Hal ini berarti terjadi
pengangkatan dua putra mahkota oleh Abdul Malik. Sebelum Al-Walid meninggal,
dia pernah bermaksud memecat saudaranya Sulaiman sebagai putra mahkota. Dalam
hal ini, Al-Walid meminta nasihat kepada para penasehat dan
panglima-panglimanya. Ketiga panglimanya, Al-Hajjaj bin Yusuf, Muhammad bin
Qasim, dan Quthaibah bin Muslim menyetujui maksud tersebut, tetapi umar bin
Abdul Aziz menentangnya dan megatakan kepada Al-Walid :”Baiat dan sumpah
setia kepadamu dan saudaramu Sulaiman adalah satu, tidak dapat dibagi-bagi”. (Ibid.,
hl.94).
Al-Hajjaj wafat sebelum Al-Walid
wafat, maka dia terbebas dari kebencian Sulaiman, tetapi Muhammad bin Qasim dan
Quthaibah bin Muslim dibunuh oleh Sulaiman. Demikian juga keluarga Muhammad
Al-Qasim dan keluarga Quthaibah bin Muslim mendapat siksaan dari khalifah
Sulaiman.
Lain halnya dengan Musa bin Nusair,
dalam perjalanan pulang dari Andalusia, dia membawa hadiah-hadiah dan bingkisan
untuk khalifah Al-Walid yang sedang sakit, Sulaiman menulis surat kepada Musa
agar memperlambat perjalanan dengan harapan Al-Walid wafat sebelum
barang-barang itu sampai, tetapi Musa menolak permintaan itu hingga dia sampai
ke Damaskus sebelum Al-Walid wafat. Sebab itu, Sulaiman menaruh dendam
kepadanya, setelah dia menjadi khalifah, maka Musa disiksa dan dimasukannya ke
dalam penjara dengan membayar denda yang besar, terpaksa Musa meminta
pertolongan bangsa Arab untuk membayar dendanya.
Masa pemerintahan Sulaiman tidak
lebih dari dua tahun. Dia adalah khalifah yang menyenangi makanan dan wanita,
pada masa pemerintahannya diwarnai dengan serba kemewahan yang sangat
berlebihan, sehingga berbagai perbuatan rendah menyebar di istana sampai kepada
para gubernurnya. Dia sakit selama satu minggu dan menunjuk anak pamannya Umar
bin Abd al-Aziz sebagai khalifah penggantinya.
2.
Umar
ibn Abd Aziz yang Adil
Umar adalah anak keturunan terkenal, ayahnya Abd al-Aziz
bin Marwan, pamannya Abdul Malik khalifah agung, istrinya Fathimah binti Abdul
Malik, saudara Al-Walid. Dia dididik dan dibesarkan dalam suasana penuh
kenikmatan dan kemakmuran, dikelilingi oleh kekayaan yang melimpah ruah. tetapi
setelah diangkat menjadi khalifah dia hidup zuhud san sederhana.
Hal itu tidak mengherankan karena pada
masa pemerintahannya keadilan ditegakan, peperangan dihentikan, kezaliman
dimusnahkan, harta yang dirampas dikembalikan, diskusi-diskusi dan dakwah
secara lemah lembut ditegakan di galakannya sehingga banyak negeri-negeri
dengan kesadaran sendiri menyatakan diri masuk Islam.
Di bidang ekonomi, dia menurunkan
tarif berbagai pajak dan menhentikan pemungutan jizyah bagi mereka yang masuk
islam. Di bidang politik, dia melakukan dialog dengan kaum Khawarij sehingga
mereka tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan sebagaimana biasa mereka
lakukan selama ini.
Namun, pemerintahan Umar begitu
pendek hanya dua tahun lima bulan, tetapi kalangan bani Umayyah merasakan
beratnya tekanan khalifah Umar kepada mereka, sebab Umar telah mengambil
kembali harta benda yang tidak sedikit jumlahnya yang selama ini mereka kuasai.
Karena beratnya tekanan tersebut diperkirakan mereka meracun Umar kemudian
sakit dan wafat pada bulan Rajab 101 H.
3.
Yazid
dan Khalifah Lainnya yang Berfoya-Foya
Yazid bin Abdil Malik menggantikan khalifah Umar. Dia
terkenal sebagai khalifah yang senang berfoya-foya, berhura-hura dan
bersenang-senang dengan wanita. Di atas semua itu, dia mengembalikan
tanah-tanah dan hadiah-hadiah yang telah diambil Umar untuk Baitul Mal kepada
para pemiliknya semula, sehingga harta di Baitul Mal menjadi kosong dan rakyat
kembali hidup melarat.
Yazid menunjuk saudaranya Hisyam bin
Abdil Malik sebagai khalifah dan anaknya Al-Walid sesudahnya. Masa pemerintahan
Hisyam cukup lama selama dua puluh tahun sama dengan masa pemerintahan
Muawiyah. Dia termasuk salah seorang khalifah terbaik bani Umayyah. Terkenal
sebagai seorang penyantun dan pribadi yang bersih, cermat, hemat. Ada tiga ahli
politik dari bani Umayyah: Muawiyah, Abdul Malik, dan Hisyam.
Pada masanya, dia mengatur
kantor-kantor pemerintahan dan membetulkan perhitungan Baitul Mal. Demikian
juga perhitungan keuangan negara. Dengan demikian, keuangan negara menjadi
lancar, teratur, sehingga tidak ada lagi kesempatan menggelapkan uang negara
yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Dia mengatur pemasukan dan
pengeluaran Baitu Mal dengan cermat dan hemat. Dia tidak mau mengambil haknya
dari Baitul Mal kecuali setelah disaksikan empat puluh orang.
Khalifah Hisyam lebih memperhatikan
perkembangan ekonomi. Dia membangun irigasi dan pelabuhan, juga industri
pakaian sutra dan beludru. Tetapi hasil perkembangan ekonomi itu tidak dapat
mencukupi kekurangan kas di Baitul Mal. Dalam rangka menutupi kekurangan kas
Baitul Amal, Hisyam menetapkan beban pajak yang cukup memberatkan kepada kaum
Mawali, yang sudah dihapuskan dulu pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hal
itu membuat mereka kaget karena jumlahnya cukup besar yang tidak pernah terjadi
sebelumnya.
Akibat dari kebijaksaan Hisyam itu,
membuat kaum Mawali memberontak. Bangkitlah al-Harits bin Suraij memberontak dengan
semboyan memerangi kaum Umayyah (Arab) orang-orang yang menzhalimi mereka. Selain
itu, Hisyam cukup dendam kepada kaum Alawi (Syi’ah) dan menghukum mereka setiap
ada kesempatan. Sebagai contoh adalah hukuman yang ditempakannya kepada Yazid
dan Yahya, dua putra Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Faktor tersebut,
mengakibatkan timbulnya pemberontakan-pemberontakan yang terus menerus dari
kaum Persia, Syi’ah yang mengakibatkan kehancuran pemerintahannya.
Al-Walid bin Yazid menggantikan Hisyam
sebagai khalifah atas penunjukan ayahnya Yazid sesudah Hisyam. Al-Walid sama
dengan ayahnya Yazid mempunyai sifat berfoya-foya, bermental bejat, dikelilingi
dayang-dayang. Dia dapat menghabiskan harta benda yang melimpah ruah yang
diwarsikan Hisyam. Akibat perilaku yang buruk itu dia dibunuh oleh Yazid bin
Al-Walid.
Yazid bin Al-Walid menggantikan
Al-Walid bin Yazid hanya memerintah lima bulan karena penduduk Hims memberontak
kepadanya dan menuntut bela atas kematian Al-Walid yang membawa kepada kematiannya.
Sebelum wafatnya, dia menunjuk saudaranya Ibrahim bin Al-Walid menjadi
khalifah.
Ibrahim bin Al-Walid hanya
memerintah dua bulan, kedudukannya sebagai khalifah tidak disepakati oleh kaum
muslimin, ada yang memanggil dia “khalifah” ada pula yang memanggilnya “amir”.
Marwan bin Muhammad membawa pasukan besar ke Syam menuntut bela atas kematian
Al-Walid bin Yazid, pasukan Marwan membunuh Ibrahim dan mereka memba’iat Marwan
bin Muhammad sebagai khalifah.
Marwan naik tahta pada saat
diibaratkan pakaian khalifah Umayyah sudah sangat lusuh dan tipis, walaupun dia
ingin memperbaiki keadaan, tetapi tidak ada lagi untuk menambal kain. Pada masa
pemerintahan khalifah Marwan bin Muhammad terjadi sejumlah pemberontakan
diwilayah kekuasaannya. Di Mesir terjadi kerusuhan karena gubernur yang
diangkat Marwan II menghentikan pemberian tunjangan yang dulu diperintahkan
oleh Yazid III untuk diberikan kepada para anggota baru dalam angkatan darat
dan laut.
Sementara di Yaman, kerusuhan timbul
antara lain karena pemerintah setempat memungut pajak sangat tinggi dari orang
Arab. Kesibukan Marwan II dalam menumpas pemberontakan membuat wilayah Khurasan
dikuasai Bani Abbas (dinasti yang didirikan oleh Abu Abbas as-Saffah). Gerakan
bani Abbas ini merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan dinasti Umayyah.
Setelah Khurasan dikuasai, gerakan Bani Abbas bergerak menuju Irak dan dapat
merebut wilayah itu dari pejabat bani Umayyah.
Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus
runtuh pada Januari 750 M, ketika khalifah Marwan II dikalahkan oleh pasukan
Abbasiah dalam pertempuran Zab. Setelah kalah, Marwan melarikan diri ke Mesir
dan terbunuh pada bulan Agustus di tahun yang sama. Peristiwa itu menjadi tanda
berakhirnya pemerintahan bani Umayyah di Damaskus. Namun, salah seorang
keturunannya bernama Abdurrahman ad-Dakhil berhasil melarikan diri ke Afrika
Utara dan menyeberang ke Andalusia (Spanyol). Abdurrahman kemudian mulai
membangun kekuasaan bani Umayyah di Andalusia dan memusatkan pemerintahannya di
Kordoba.
E.
Faktor-Faktor
Penyebab Kejatuhan Dinasti Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kejatuhan dinasti Umayyah, diantaranya
sebagai berikut:
1.
Faktor
Internal
a)
Perubahan
sistem pemerintahan Demokrasi menjadi sistem pemerintahan Monarchi Heridetis
(kerajaan turun temurun).
b)
Terjadinya
perebutan kekuasaan. Mengenai pergantian khalifah, dukungan dari suku Arab
terkuatlah yang pada akhirnya menentukan siapa yang berhak menjadi khalifah.
Perselisihan mudah timbul karena tidak adanya suatu kebijaksaan yang tegas
tentang siapa yang paling berhak menjadi khalifah, apakah dari khalifah ke anak
atau dari khalifah ke saudara, sepanjang saudara kandung masih hidup.
c)
Kelalaian
pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan di dinasti Umayyah. Dinasti Umayyah
memasuki fase kemunduran sejak empat pemerintahan khalifah terkahir, yaitu
Walid ibn Yazid, Yazid ibn Walid, Ibrahim ibn Walid, dan Marwan ibn Muhammad.
Kelemahan keluarga yang memerintah merupakan sebab yang utama dan terpenting
membawa dinasti Umayyah pada kemunduran dan akhirnya jatuh. Pada umumnya,
khalifah yang berkuasa tidak mampu. Mereka banyak menghabiskan waktu untuk
berburu dan minum-minum anggur serta mementingkan syair dan musik dari pada
al-qur’an dan urusan negara.
d)
Perbedaan
derajat. Kesuksesan dinasti Umayyah tidak lepas dari peranan orang-orang Arab.
Hal ini menyebabkan orang-orang Arab dari dinasti Umayyah merasa besar kepala.
Mereka memandang orang-orang Islam non-Arab dengan pandangan sebelah mata,
sehingga sikap tersebut menimbulkan fitnah diantara sesama kaum muslimin.
e)
Perang
antar suku. Persaingan antara suku yang sudah lama memperlemah dinasti Umayyah.
Suku-suku Arab terbagi menjadi dua kelompok. Arab sebelah Utara disebut
Mudariyah (Bani Qays) dan Arab sebelah Selatan disebut Yamaniyah (Bani Kalb).
Khalifah dinasti Umayyah mendukung salah satu dari kelompok Arab tersebut, tergantung yang mana cocok
dengan mereka.
2.
Faktor
Eksternal
Pada masa awal pembentukan dinasti Umayyah, terdapat dua
golongan yang tidak menyukai pemerintahan tersebut yaitu Khawarij dan Syi’ah.
Baik golongan Khawarij maupun Syi’ah sama-sama menentang pemerintahan Bani
Umayyah. Mereka menjadi gerakan oposisi baik secara terbuka maupun tersembunyi.
Penumpasan gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintahan Umayyah.
Selain golongan Khawarij dan Syi’ah, golongan yang lainnya yaitu, golongan
Mawali, Hasyim dan Abbasiah.
Sebagai penyebab langsung jatuhnya
dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan
Abbas ibn Abdul Muthalib pada masa pemerintahan Hisyam ibn Abdul Malik.
Munculnya gerakan kaum Abbasiah tersebut mendapat dukungan penuh dari
golongan-golongan lain. Sehingga kaum Abbasiah memanfaatkan momentum tersebut
dengan terus melancarkan serangan ke dinasti Umayyah. Hingga pada masa
kepemimpinan Marwan ibn Muhammad, kekuasaan dinasti Umayyah harus takluk dan
digulingkan. Kekuasaan bani Umayyah di Damaskus runtuh pada bulan Januari 750
M, ketika khalifah Marwan II dikalahkan oleh pasukan Abassiah di pertempuran
Zab Hulu.
F.
Para
Khalifah Dinasti Umayyah I di Syria
1.
Muawiyah
bin Abu Sufyan (661-680 M)
2.
Yazid
bin Muawiyah (680-683 M)
3.
Muawiyah
bin Yazid (683 M)
4.
Marwan
bin Hakam (684-685 M)
5.
Abdul
Malik bin Marwan (685-705 M)
6.
Walid
bin Abd Malik (705-715 M)
7.
Sulaiman
bin Abd Malik (715-717 M)
8.
Umar
bin Abd Aziz (717-720 M)
9.
Yazid
bin Abd Malik (720-724 M)
10. Hisyam bin Abd Malik (724-743 M)
11. Al-Walid bin Yazid (743-744 M)
12. Yazid bin Al-Walid (744 M)
13. Ibrahim bin Walid (744 M)
14. Marwan bin Muhammad (744-750 M)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nama dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd
Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada
masa Jahiliyah. Pendiri dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb
bin Umayyah bin Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushai. Ibunya Hindun binti
Utbah bin Rabiah bin Abd al-Syams. Muawiyah dilahirkan di Makkah lima tahun
sebelum kerasulan Nabi s.a.w, dan masuk Islam bersama ayahnya Abu Sofyan,
saudaranya Yazid dan ibunya Hindun pada waktu penaklukan kota Makkah.
Daulah ini
berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (41-132 H/661-750 M) dan dipimpin oleh 14
orang khalifah, diantaranya: Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Muawiyah,
Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abd
Malik, Sulaiman bin Abd Malik, Umar bin Abd Aziz, Yazid bin Abd Malik, Hisyam
bin Abd Malik, Al-Walid bin Yazid, Yazid bin Al-Walid, Ibrahim bin Walid, dan
Marwan bin Muhammad.
Bani Umayyah
mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan khalifah Al-Walid I atau Al-Walid
bin Abdul Malik yang memimpin pada tahun (705-715 M). Adapun penyebab runtuhnya
dinasti Umayyah ini disebabkan oleh faktor internal dan ekstrnal. Faktor internal
meliputi: Perubahan sistem pemerintahan Demokrasi menjadi sistem pemerintahan
Monarki, terjadinya perebutan kekuasaan, kelalaian pemimpin dalam menjalankan
roda pemerintahan di dinasti Umayyah perbedaan derajat , dan perang antar suku.
Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh munculnya kekuatan baru yang
dipelopori oleh keturunan Abbas ibn Abdul Muthalib pada masa pemerintahan
Hisyam ibn Abdul Malik. Munculnya gerakan kaum Abbasiah tersebut mendapat
dukungan penuh dari golongan-golongan lain. Sehingga kaum Abbasiah memanfaatkan
momentum tersebut dengan terus melancarkan serangan ke dinasti Umayyah. Hingga
pada masa kepemimpinan Marwan ibn Muhammad, kekuasaan dinasti Umayyah harus
takluk dan digulingkan.
B.
Saran
Penulis banyak berharap para pembaca dapat
memberi kritik dan saran yang membangun kepada Penulis, demi sempurnanya
makalah ini dan untuk penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Barudin, Topaji Pandu. 2019. Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Pada Masa Umayyah. Klaten:
Cempaka Putih.
https://repository.uin-suska.ac.id/10391/I/Sejarah%20Peradaban%20Islam.pdf.
Di akses pada 07 Oktober 2022
Hamka. 1975. Sejarah Umat Islam, Jilid II dan III.
Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, Syamrudin. 2007. Sejarah Peradaban Islam.
Riau: Yayasan Pusaka Riau.
https://www.slideshare.net/perkembangan-peradaban-dan-ilmu-pengetahuan-masa-bani
umayyah. Di akses pada 07
Oktober 2022
Mahmudunnasir, Syed. 1988. Islam Konsepsi dan
Sejarahnya. Bandung: Rosda Bandung.
Maryam, Siti. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Yogakarta:
Lesfi.
Maududi, Abu A’la. 1998. Khilafah dan Kerajaan.
Bandung: Mizan.
Yatim, Bardi. 1992. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Raja Grafindo.
Zamil, Ahmad. 1997. Seratus Muslim Terkemuka.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar