A. Pokok Pikiran
Kata
korupsi dari bahasa Latin corruptio
atau corruptus yang berasal dari
bahasa Latin yang lebih tua corrumpere.
Istilah korupsi dalam bahasa Inggris corruption dan corrupt, dalam bahasa
Perancis corruption dan dalam bahasa
Belanda corruptie yang menjadi kata
korupsi dalam bahasa Indonesia. Pengertian Korupsi menurut UU No.31 Tahun 1999
Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah
tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Menurut UU
No. 31/1999 jo No. UU 20/2001, terdapat 7 kelompok tindak pidana korupsi yang
terdiri dari : (1) Kerugian keuangan negara, (2) Suap-menyuap, (3) Pemerasan,
(4) Perbuatan Curang, (5) Penggelapan dalam Jabatan, (6) Benturan Kepentingan dalam
Pengadaan, (7) Gratifikasi. Semua jenis tersebut merupakan delik-delik yang diadopsi
dari KUHP (pasal 1 ayat 1 sub c UU no.3/71)
Korupsi
adalah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan publik atau pemilik untuk
kepentingan pribadi. Sehingga, korupsi menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif,
yaitu memiliki kewenangan yang diberikan publik yang seharusnya untuk
kesejahteraan publik, namun digunakan untuk keuntungan diri sendiri. Korupsi
merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka yang
justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar.
Dalam
era globalisasi korupsi telah menjadi fenomena kejahatan yang menyangkut
hubungan multilateral dan internasional. Korupsi di Indonesia seperti halnya
juga di beberapa negara lain, banyak berkorelasi dengan penyalahgunaan wewenang
kekuasaan. Pemegang kekuasaan politik biasanya ìketagihanî untuk tetap berkuasa
dan tidak mau melepaskan kekuasaan yang telah dipegangnya.
Praktek
korupsi di instansi pemerintahan menunjukkan adanya sikap ketidakjujuran pada
sebagian pejabat publik atau ASN. Fenomena dampak korupsi sampai pada kerusakan
kehidupan dan dikaitkan dengan tanggungjawab manusia sebagai yang diberi amanah
untuk mengelolanya dapat menjadi sarana untuk memicu kesadaran diri para ASN
untuk anti korupsi.
Ada
tujuh jenis kelompok tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 junto. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. (1) perbuatan yang merugikan negara, (2) suap, (3)
gratifikasi, (4) penggelapan dalam jabatan, (5) pemerasan, (6) perbuatan
curang, dan (7) benturan kepentingan dalam pengadaan.
Kesadaran
Anti korupsi akan menyentuh spiritual accountability seseorang. Kesadaran diri
anti korupsi yang dibangun melalui pendekatan spiritual, dengan selalu ingat
akan tujuan keberadaannya sebagai manusia di muka bumi, dan selalu ingat bahwa
seluruh ruang dan waktu kehidupannya harus dipertanggungjawabkan, dapat menjadi
benteng kuat untuk anti korupsi.
Tunas
integritas merupakan terjemahan dari konsep yang berprinsip bahwa manusia sebagai
faktor kunci perubahan, dan pendekatan yang seutuhnya terkait manusia sebagai
makhluk dengan aspek jasmani dan rohani, serta makhluk sosial yang harus berinteraksi
dengan lingkungannya, maka pembangunan integritas perlu dimulai dari upaya
membangun integritas individu yang selaras dengan integritas organisasi dan
bangsa. Para tunas integritas diharapkan dapat menjalankan peran strategis
dalam organisasi berupa: (1) Menjadi jembatan masa depan kesuksesan organisasi,
mereka menjadi kumpulan orang yang selalu terdepan untuk memastikan tujuan
organisasi tercapai, (2) Membangun sistem integritas, berpartisipasi aktif
dalam pembangunan sistem integritas hingga semua peluang korupsi dan berbagai
penyimpangan lainnya dapat ditutupi, (3) Mempengaruhi orang lain, khususnya
mitra kerja untuk berintegritas tinggi. Para tunas integritas selain didorong
untuk memiliki keikhlasan dan kebijakan yang tinggi juga diharapkan memiliki
kemampuan untuk melakukan: (1) re-framing
kultur atau budaya, agar perubahan budaya dapat lebih mudah dan cepat, serta
tidak perlu energi besar, atau dengan istilah-istilah semacam “potong
generasi”, namun membuka kesempatan selebar-lebarnya untuk semua elemen bangsa,
baik generasi lalu, generasi yang sekarang maupun generasi yang akan datang
untuk menjadi garda depan dalam pemberantasan korupsi melalui re-framing budaya, dan (2) Utilisasi
fenomena perilaku otomatis bagi perubahan diri, keluarga, organisasi dan bangsa,
serta lebih jauh lagi dengan menciptakan peradaban yang lebih baik.
KPK
bersama dengan para pakar telah melakukan identifikasi nilai-nilai dasar anti
korupsi, dan dihasilkan sebanyak 9 nilai anti korupsi yang harus ditunaikan sebagai
berikut : 1) jujur, 2) peduli, 3) mandiri, 4) disiplin, 5) tanggung jawab, 6)
kerja keras, 7) sederhana, 8) berani, 9) adil. Tiga proses sosial yang berperan
dalam proses perubahan sikap dan perilaku, yaitu kesediaan (compliance), identifikasi (identification), dan internalisasi (internalization). Agar senantiasa
terhindar dari praktek korupsi maka kita harus menerapkan dan berada di
lingkungan berintegritas serta melindungi integritas agar pengaruh lingkungan negatif
tidak dapat masuk dalam diri kita.
Upaya-upaya
untuk mengembalikan kembali nilai-nilai dan kebiasaan yang telah bergeser
konteknya untuk dikembalikan lagi menjadi konteks positif, dapat di tumbuhkan kembali di bumi Pertiwi Indonesia
melalui 7 semangat dasar, yaitu: 1) Ketakwaan pada Tuhan, 2) Keikhlasan dan
ketulusan, 3) Pengabdian dan tanggungjawab, 4) Menghasilkan yang terbaik, 5)
Kekeluargaan, 6) Keadilan dan kemanusiaan, dan 7) Perjuangan.
Semangat
untuk memberantas korupsi kini mulai berkembang begitu besar mulai dari lingkup
keluarga, organisasi masyarakat, dan bangsa pada umumnya. Semoga kesadaran anti
korupsi berkembang menjadi tindakan nyata anti korupsi yang berjalan beriringan
dengan berbagai pihak.
Profil Tokoh
Baharuddin Lopa, S.H. (lahir
di Pambusuang, Balanipa, Polewali Mandar, Indonesia, 27 Agustus 1935 –
meninggal di Riyadh, Arab Saudi, 3 Juli 2001 pada umur 65 tahun) adalah Jaksa
Agung Republik Indonesia dari 6 Juni 2001 sampai wafatnya pada 3 Juli 2001. Baharuddin
Lopa adalah sosok lain dalam ikon antikorupsi di Indonesia. Namanya santer
disebut sebagai Jaksa Agung yang tegas dan tak pandang bulu dalam penegakan
hukum. Lopa juga sangat galak terhadap setiap tindak tanduk yang menjurus ke
korupsi.
Baharuddin Lopa sangat anti
terhadap suap. Lopa sering menerima parsel ketika hari raya, tapi semua parsel
yang dikirim ke rumahnya selalu dikembalikan. Lopa takut pemberian itu suatu
saat akan dikasuskan.
Kasus terbesar yang
ditangani Lopa ialah kasus korupsi Soeharto. Saat itu ia menjabat sebagai
Sekretaris Jenderal Komnas HAM. Lopa selalu menanyakan kemajuan proses perkara
ini kepada teman temannya di Kejaksaan Agung. Soeharto sering dipanggil, tapi
selalu absen dengan alasan sakit. Meski begitu, ia berhasil meringkus salah
satu sahabat Soeharto yakni Bob Hasan. Bob ialah seorang pengusaha bisnis kayu
dan mantan Menteri Perindustrian. Lopa berhasil memasukkan Bob ke dalam LP
Nusakambangan, meski saat itu, Soeharto sedang memimpin dan Lopa bisa saja
terancam.
Lopa juga pernah memidanakan
salah satu Tokoh Tionghoa Makassar bernama Tony Gozal. Tony pernah terlibat
kasus dugaan manipulasi dana reboisasi tahun 1982. Namun sial bagi Lopa,
sebelum menyelesaikan kasus, Lopa dimutasi dengan cuma menjadi Staf Ahli
Menteri Kehakiman thn 1986.
Mantan Ketua KPK Abraham
Samad menganggap Lopa adalah sosok yang sangat bersahaja dan sederhana. Sebagai
seorang pejabat, Lopa pun tidak memiliki harta melimpah sampai akhir hidupnya.
B.
Penerapan
Penerapan
konsep anti korupsi di sekolah merupakan tanggung jawab moral untuk memberikan
pendidikan karakter terutama mengenai anti korupsi bagi siswa. Budaya anti
korupsi dapat dilaksanakan dalam beberapa kegiatan berikut ini:
1. Guru
menjadi teladan untuk bersikap jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung
jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil kepada siswa. Memberi contoh
cara berpakaian yang baik dan berpenampilan sederhana.
2. Guru
bersikap qonaah, dengan merasa cukup dengan rezeki yang diberikan Allah, baik
itu gaji dan honor yang diterima.
3. Setiap
guru senantiasa melakukan pembekalan kepada siswa mengenai dampak yang
ditimbulkan dari korupsi bagi bangsa dan negara.
4. Bagi
siswa contoh kegiaan yang dapat dilakukan untuk menanamkan jiwa antikorupsi
ialah dengan jujur, seperti diadakannya kantin kejujuran dalam sekolah. Disitulah
siswa dilatih untuk bersikap jujur, karena ia yang mengambil jajanan, ia yang
membayar, ia yang menghitung dan ia juga yang mengambil kembalian uang sisa
jajan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar