BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kalimantan
Selatan
(disingkat Kalsel) adalah salah
satu provinsi yang ada di Indonesia
yang terletak di pulau Kalimantan. Ibu kota provinsi Kalimantan Selatan adalah
kota Banjarmasin. Provinsi ini memiliki luas
38.744,00 km²[13]
dengan populasi ditahun 2020 berjumlah 4.087.894 jiwa,[2]
dan wilayah administrasi terbagi menjadi 11 kabupaten
dan 2 kota.
Secara geografis, Kalimantan Selatan berada di bagian tenggara pulau
Kalimantan, memiliki kawasan dataran rendah di bagian barat dan pantai timur,
serta dataran tinggi yang dibentuk oleh Pegunungan Meratus di tengah.
Kalimantan Selatan terdiri atas dua ciri geografi utama, yakni dataran rendah
dan dataran tinggi. Kawasan dataran rendah kebanyakan berupa lahan gambut
hingga rawa-rawa sehingga kaya akan sumber keanekaragaman hayati satwa air
tawar. Kawasan dataran tinggi sebagian masih merupakan hutan tropis alami dan
dilindungi oleh pemerintah. Hutan Tetap (139.315 ha), Hutan Produksi (1.325.024
ha), Hutan Lindung (139.315 ha), Hutan Konvensi (348.919 ha) Perkebunan:
Perkebunan Negara (229.541 ha) Bahan Galian: batu bara, minyak, pasir kwarsa,
biji besi, dll.
Berdasarkan data dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, luas hutan kalimantan selatan tahun Tahun 2013
1.779.982,00 ha dan Luas lahan gambut Tahun: 2011 106.000 ha
Banjir merupakan masalah tahunan
yang menjadi perbincangan setiap tahun. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan
masyarakat perlu membuat penangan khusus terkait penanganan banjir. Perlu
dicari solusi terbaik untuk mengatasi masalah banjir, karena banjir bukan
masalah warga terdampak, tapi masalah kita bersama selaku penduduk indonesia.
Beberapa solusi yang dilakukan pemerintah terkait penanganan banjir diantaranya
membuat bendungan, memperbaiki dan membuat kanal, serta melakukan reboisasi
hutan. Namun cara-cara tersebut masih belum dapat mengatasi banjir tersebut.
Menurut KBBI banjir adalah:
1. v berair
banyak dan deras, kadang-kadang meluap (tentang kali dan sebagainya);
2. n air yang
banyak dan mengalir deras; air bah;
3. n Geo peristiwa
terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat
4. v ki datang (ada)
banyak sekali.
Terdapat 2 faktor penyebab
banjir, yaitu faktor manusia dan faktor alam. Banjir yang disebabkan oleh
manusia adalah penebangan liar, membuang sampah sembarangan, pemukiman yang
dibangun di bantaran sungai, salah sistem kelola tata ruang, pemakaian air
tanah yang tinggi dan tinggal di daerah resapan air. Sedangkan banjir yang
disebabkan oleh alam adalah curah hujan yang tinggi, kapasitas sungai kecil,
daerah berada di dataran rendah, dan tanah yang tidak mampu menyerap air.
Di
kutip dari laman www.kompas.com berjudul
jenis-jenis banjir, situs resmi The
National Severe Storms Laboratory (NSSL), National Oceanic & Atmospheric
Administration (NOAA) Amerika Serikat membedakan banjir menjadi 5 jenis,
1. Banjir
sungai (river flood)
Banjir
sungai terjadi ketika permukaan air naik di atas tepian sungai (riverbanks)
karena hujan berlebihan. Banjir sungai terjadi akibat badai terus menerus yang
terjadi di daerah yang sama dalam periode waktu lama, gabungan curah hujan dan
pencairan salju atau sumbatan akibat es.
Banjir
sungai adalah salah satu jenis banjir pedalaman yang paling umum terjadi ketika
badan air melebihi kapasitasnya. Ketika sebuah sungai meluap ke tepiannya,
biasanya karena curah hujan yang tinggi dalam periode waktu yang lama. Banjir
yang terlokalisasi dapat menyebabkan kerusakan yang cukup besar pada properti
di sekitarnya serta menimbulkan ancaman keamanan yang signifikan. Untuk
mencegah banjir, sungai membutuhkan penahan yang baik (seperti tanggul)
terutama di daerah datar atau padat penduduk.
2. Banjir
pantai (coastal flood) Banjir pantai di Indonesia sama dengan disebut banjir
rob atau banjir laut pasang. Banjir pantai atau penggenangan area daratan di
sepanjang pantai, disebabkan oleh pasang naik yang lebih tinggi dari rata-rata
dan diperburuk curah hujan tinggi dan angin yang bertiup ke arah darat dari
laut. Wilayah pesisir sering kali mengalami badai hebat, terutama jika badai
ini telah melaju kencang di samudera. Cuaca ekstrem dan gelombang pasang tinggi
menyebabkan kenaikan permukaan laut kemudian mengakibatkan banjir pesisir.
Daerah tepi laut yang rendah biasanya disertai penahan air baik alami seperti
bukit pasir maupun buatan manusia.
3. Gelombang
badai (storm surge) Gelombang badai adalah kenaikan permukaan air yang tidak
normal di daerah pantai, di atas dan di atas gelombang astronomis biasa.
Gelombang badai disebabkan oleh kekuatan yang dihasilkan dari angin badai yang
hebat, gelombang dan tekanan atmosfer yang rendah. Gelombang badai sangat
berbahaya karena dapat membanjiri daerah pantai yang luas. Banjir ekstrim dapat
terjadi di daerah pesisir khususnya ketika gelombang badai bertepatan dengan
air pasang normal. Banjir ekstrim mengakibatkan gelombang pasang mencapai 20
kaki atau lebih. Di sepanjang pantai, gelombang badai seringkali merupakan
ancaman terbesar terjadap kehidupan dan harta benda akibat badai. Dulu, jumlah
korban jiwa yang besar telah terjadi akibat naiknya samudera disertai banyak
badai besar yang menyapu daratan. Contohnya Badai Katrina di Amerika pada 2005
yang mengakibatkan 1.500 korban jiwa.
4. Banjir di
daratan (inland flooding) Banjir di daratan terjadi ketika curah hujan moderat
terakumulasi selama beberapa hari, curah hujan deras turun selama periode
singkat atau sungai meluap karena es atau [using-pusing yang macet atau
rusaknya bendungan atau tanggul.
5. Banjir
bandang (flash flood) Banjir bandang disebabkan curah hujan yang deras dan
tiba-tiba, kadang terjadi ketika tanah tidak dapat menyerap air secepat
jatuhnya. Banjir bandang disebabkan hujan lebat atau berlebihan dalam waktu
singkat, umumnya kurang dari enam jam. Banjir bandang biasanya ditandai dengan
derasnya arus setelah hujan deras yang merobek dasar sungai, jalan-jalan kota
atau ngarai gunung dan menyapu semua yang dilewatinya. Banjir bandang dapat
terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam akibat curah hujan yang
berlebihan. Bahkan banjir bandang dapat terjadi tanpa didahului hujan. Biasanya
tejradi akibat jebolnya tanggul atau bendungan atau pelepasan air tiba-tiba
akibat pusing-pusing atau sumbatan es. Banjir bandang ini biasanya surut dengan
cepat dan berbahaya. Banjir bandang dapat dicegah dengan sistem drainase yang
baik dan dengan menghindari pengembangan berlebihan pada dataran banjir
(floodplains).
Berdasarkan informasi yang
diperolah dari tautan berikut https://www.youtube.com/watch?v=4pQ1tMpYzH4
kami ingin mengkaji lebih mendalam menggunakan analisis kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat)
(SWOT), serta Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI) dan Kesimpulan
Analisis Faktor Eksternal (KAFE) terhadap video tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1. Strategi
apa yang bisa diambil pemerintah Kalimantan Selatan dalam menangani kejadian
tersebut?
2. Bagaian
mana yang lebih dominan dalam penangan kejadian tersebut, apakah KAFI atau
KAFE?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Mendapatkan strategi yang cocok untuk
mengatasi kejadian tersebut agar tidak terulang kembali.
2.
Menentukan faktor penting dalam mengambil
langkah-langkah pencegahan.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan pernyataan
Presiden Jokowi, penyebab utama banjir di Kalimantan Selatan adalah karena
anomali cuaca dan curah hujan dengan intensitas tinggi. Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan menyebut curah hujan sejumlah 2,08 miliar meter kubik
sepanjang pekan kedua Januari 2021 di Kalimantan Selatan.
Pusat Data Informasi dan
Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan
sebanyak 10 Kabupaten/Kota terdampak banjir di Provinsi Kalimantan Selatan.
Data terakhir pada 17 Januari 2021 menyebutkan secara total ada sebanyak 24.379
rumah terendam banjir dan 39.549 warga mengungsi. Selain itu terdapat korban
jiwa meninggal sebanyak 15 orang.
Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan menyebut curah hujan sejumlah 2,08 miliar meter kubik sepanjang
pekan kedua Januari 2021 di Kalimantan Selatan. Volume air hujan tidak
sebanding dengan kapasitas Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang dalam kondisi
normal terukur sebesar 23 juta meter kubik sehingga banjir besar pun terjadi.
DAS Barito di Kalimantan Selatan terdiri dari 39,3% kawasan hutan dan 60,7%
areal penggunaan lain (APL). Kawasan hutan seluas 718.591 hektar, dengan
rincian 43,3% areal berhutan, dan 56,7% tidak berhutan. DAS Barito telah
kehilangan sekitar 62,8% luas tutupan hutan dalam kurun waktu 29 tahun.
Hutan Kalimantan Selatan
kini telah beralih menjadi perkebunan monukultur dan pertambangan batubara.
Padahal tambang batubara ini juga memiliki kapasitas menghancurkan keseimbangan
dan keberlanjutan lingkungan, karena bahan bakar fosil seperti batubara menjadi
penyumbang paling fundamental bagi pemanasan global dan perubahan iklim. Dampak
dari perubahan iklim yang paling nyata adalah curah hujan yang tinggi dan cuaca
ekstrim seperti yang terjadi di beberapa kabupaten Provinsi Kalimantan Selatan.
Selain itu pertambangan
batubara juga berdampak pada deforestasi hutan dan degradasi lingkungan. Data
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia(WALHI) Kalimantan Selatan menyebutkan bahwa
seluas 399 ribu hektar atau 41 persen dari 984.791 hektar kawasan hutan di
Kalimantan Selatan telah dikuasai izin tambang. Bahkan data Jaringan Advokasi
Tambang (JATAM) menemukan sebanyak 814 lubang tambang yang sebagian berstatus
aktif dan sebagiannya lagi ditinggalkan tanpa adanya reklamasi.
Regulasi pemerintah tentu
sangat berpengaruh dalam mengatur sumber-sumber daya yang ada. Sayangnya,
pemerintah yang seharusnya memiliki kontrol politik dan pembuat kebijakan
seakan tak berdaya akibat kuasa modal korporasi yang menghegemoninya.
Berdasarkan penelitian dari Tommy Apriando (2020) menyebutkan hal ini dapat
dibuktikan dari banyak terbitnnya izin-izin tambang di atas ruang hidup
masyarakat, izin yang diberikan pemerintah pusat dan daerah seperti Izin Usaha
Pertambangan (IUP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusaha
Pertambangan Batubara (PKP2B). Seringkali operasi pertambangan berorientasi
akumulasi kapital dijadikan sebuah alasan untuk mengorbankan kepentingan rakyat
dan kelestarian alam.
Lemahnya komitmen pemerintah
dalam menjaga kelestarian alam juga
terlihat dengan disahkannya Undang-undang Minerba dan Undang-undang Cipta Kerja
dengan dalih memperlancar arus investasi. Melalui kedua UU ini korporasi
ekstraktif justru diberi jaminan untuk mengeskplotasi sumber daya alam,
sedangkan rakyat mendapatkan ancaman atas kedaulatan ruang hidupnya.
Undang- undang No 3 Tahun
2020 tentang perubahan atas Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan
mineral dan batubara (Minerba) dinilai lebih berpihak pada pengusaha batubara
dan abai terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Dalam Undang-undang Cipta
Kerja juga terdapat pasal-pasal bermasalah yang abai terhadap lingkungan, UU No
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 18
ayat 2 yang menyebutkan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % dari luas daerah aliran sungai
dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Dalam UU Cipta Kerja dalil
tersebut diganti bahwa Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus
dipertahankan sesuai dengan kondisi fisik dan geografis daerah aliran sungai
dan/ atau pulau. Jika dianalisa maka pasal dalam UU Cipta Kerja ini berpotensi
mempermudah korporasi untuk mengalih fungsikan kawasan hutan. Selain itu
Partisipasi masyarakat dalam mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal dalam
Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009
pasal 26 ayat 4 semakin dikesampingkan karena belum terdapat kejelasan hukum
yang mengaturnya.
Dalam catatan JATAM, 33
persen dari wilayah Kalsel yang seluas 3,7 juta hektare, atau sekitar 1,2 juta
hektare telah dikuasai perusahaan tambang batu bara. Sementara luasan
perkebunan sawit mencapai 618 ribu hektare atau setara 17 persen dari wilayah
Kalsel. Oleh karena banjir disebabkan intervensi manusia/perusahaan, maka
menurut Merah, pemerintah harus menghentikan pemberian izin tambang dan
perkebunan sawit dan melakukan audit terhadap masing-masing perusahaan yang
mendapatkannya.
Seharusnya pemerintah
sebagai pemangku kebijakan bertindak tegas terhadap pelaku kejahatan
lingkungan. Pemerintah juga harus segera melakukan evaluasi kebijakan
lingkungan dengan melibatkan seluruh unsur terkait baik pemerhati lingkungan,
akademisi, masyarakat yang terdampak, dan perusahaan. Hal ini juga merupakan tanggung jawab besar
bagi negara dan pemerintah setempat untuk mengolah alam demi mewujudkan
kesejahteraan para rakyat bukan hanya segelintir pengusaha. Sebagaimana bunyi
UUD 1945 pada Pasal 33 ayat (3) yang telah menegaskan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”. Sudah sewajarnya bencana alam yang terjadi penting
untuk kita evaluasi dari segi tata kebijakan pemerintah. Dan menjadi tugas kita
bersama untuk terus konsisten dan komitmen dalam memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Sehingga berdasarkan
penyebab utama Bencana Banjir di Kalimantan Selatan diatas, berikut adalah
Tabel Hasil Analisis SWOT
Analisis
SWOT
STRENGTH
(S) |
WEAKNESS
(W) |
1. Program pencegahan kebakaran hutan sudah sangat massif 2. Sudah ada deteksi dini terkait cuaca dari BMKG 3. Pemerintah setempat sudah melakukan reboisasi lahan kritis dengan
program revolusi hijau |
1. Masifnya pembukaan lahan, deforestasi dan alih fungsi hutan 2. Tidak ada penanganan serius dari pemerintah terkait pencegahan banjir 3. Adanya lubang-lubang bekas pertambangan batubara 4. Perencanaan tata ruang
yang tidak jelas oleh Pemerintah |
OPPORTUNITY
(O) |
ANCAMAN
(T) |
1. Mengoptimalkan perencanaan tata ruang 2. Adanya peran serta dari organisasi green peace yang konsen terhadap permasalahan banjir Kalimantan 3. Pemerintah menerbitkan regulasi untuk mengatur tentang batubara |
1. Aturan UU Lingkungan hidup yang diubah menjadi omnibuslaw dimana aturan
yang mengatur jika provinsi harus mempertahankan 30% wilayahnya untuk menjadi hutan 2. Banyak oknum pemerintah yang ikut bermain dalam perizinan dan investasi batubara 3. Pembangunan terhambat |
Berikut hasil kesimpulan dan Analisis Faktor
Internal (KAFI) dan Analisis Faktor Eksternal
(KAFE) :
Kesimpulan Analisis internal (KAFI)
No |
Faktor
Internal Strategik |
Bobot |
Rating |
Skor B
x R |
Kesimpulan Prioritas |
Strength
( Kekuatan ) |
|||||
1 |
Program pencegahan kebakaran hutan sudah sangat
massif |
50 |
4 |
200 |
350 |
2 |
Sudah ada deteksi dini terkait cuaca dari BMKG |
30 |
3 |
90 |
|
3 |
Pemerintah setempat sudah melakukan reboisasi lahan kritis dengan
program revolusi hijau |
20 |
3 |
60 |
|
Weakness
( Kelemahan ) |
|||||
1 |
Masifnya pembukaan lahan, deforestasi dan alih fungsi hutan |
-30 |
4 |
-120 |
-340 |
2 |
Tidak ada penanganan serius dari pemerintah terkait pencegahan banjir |
-20 |
3 |
-60 |
|
3 |
Adanya lubang-lubang bekas pertambangan batubara |
-20 |
2 |
-40 |
|
4 |
Perencanaan tataruang
yang tidak jelas oleh Pemerintah |
-30 |
4 |
-120 |
|
|
|
|
|
|
10 |
Kesimpulan Analisis Eksternal ( KAFE )
No |
Faktor Eksternal Strategik |
Bobot |
Rating |
Skor B
x R |
Kesimpulan prioritas |
Peluang
( Opportunity) |
|||||
1 |
Mengoptimalkan perencanaan tataruang |
50 |
4 |
200 |
350 |
2 |
Adanya peran serta dari organisasi green peace yang konsen terhadap permasalahan banjir Kalimantan |
20 |
3 |
60 |
|
3 |
Pemerintah menerbitkan regulasi untuk mengatur tentang batubara |
30 |
3 |
90 |
|
Ancaman
( Threats ) |
|||||
1 |
Aturan UU Lingkungan hidup yang diubah menjadi omnibuslaw dimana aturan
yang mengatur jika provinsi harus mempertahankan 30% wilayahnya untuk menjadi hutan |
-40 |
4 |
-160 |
-380 |
2 |
Banyak oknum pemerintah yang ikut bermain dalam perizinan dan investasi batubara |
-40 |
4 |
-160 |
|
3 |
Pembangunan terhambat |
-20 |
3 |
-60 |
|
|
|
|
|
|
-30 |
Berdasarkan hasil
KAFI dan KAFE diperoleh titik
x dan y sebagai berikut
:
X
Y =
Diperoleh nilai keberpihakan
X = 5 dan nilai y= - 15
Opportunity Opportunity
III I
IV II
( 5, - 15 )
( 5, - 15 )
Berada di Kuadran II
Artinya meskipun menghadapi berbagai ancaman, Organisasi ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi
yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk menghadapi berbagaian caman dengan cara Strategi Diversifikasi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
:
Berdasarkan pembahasan diatas tentang upaya pencegahan banjir
yang terjadi di Kalimantan Sealatan disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, kemudian alih fungsi lahan yang massif khususnya di Kalimantan
Selatan dari total luas lahan sebesat 3,7 juta hectare hanya tersedia 606.000 lahan tersedia atau sebesar 16,4%. Mayoritas tanah ini dialihfungsikan dan
di eksploitasi oleh tambang batubara dan perkebunan sawit.
Saran
:
Adapun saran yang dapat kami berikan
yaitu:
1. Membuat aturan daerah mengenai peraturan yang mengatur tentang izin membuka lahan untuk industri dan pertanian.
2. Realokasi dan
refocusing anggaran agar dialokasikan untuk penanggulangan bencana alam.
3. Membuat rencana
program pencegahan dan penanggulangan bencana.
4. Membuat Regulasi
yang mengikat untuk melindungi lingkungan.
5. Mendata kembali hasil kekayaan
PNS atau LHKPN dan LHKASN.
6. Tata kelola ruang
yang terintegrasi dengan baik dapat meminimalisir dampak banjir tahunan
Kalimantan Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2021. “Kalimantan Selatan,” https://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Selatan,
diakses
tanggal 14 Juli 2021 Pukul 19.30..
Anonim. “Kalimantan Selatan,” http://incas.menlhk.go.id/id/data/south-kalimantan/,
diakses tanggal 14 Juli 2021 pukul 19.35..
Anonim. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/banjir,
diakses tanggal 14 Juli 2021 Pukul 19.37..
Putri, Arum Sutrisni. 2020. “Jenis-Jenis
Banjir,” https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/03/090000369/jenis-jenis-banjir?page=all,
diakses tanggal 14 Juli 2021 pukul 19.50..
Mapala Stacia. http://mapalastacia.umj.ac.id/2021/01/28/hujan-adalah-penyebab-banjir-di-kalimantan-selatan-benarkah/
Addi M Idhom. https://tirto.id/penyebab-banjir-kalsel-menurut-analisis-lapan-aktivis-dan-klhk-f9uk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar