Asik

Jumat, 08 Maret 2013

PEMBUKAAN UUD 1945

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945

PEMBUKAAN

       Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
     Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
     Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan.
        Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada   Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Praktikum Pelajaran Kimia Materi Kelarutan pada Air

Kelompok IV    : Atep Saepudin, Dian Sopian, Hastoro Nurmansyah, Iman Purmansyah, Panji Kurnia, Rizal Anshori.

Eksperimen ini bertujuan mengamati Kelarutan pada air.

Alat
1 buah sendok makan; 2 buah gelas yang berukuran sama; pengaduk

Bahan
Gula pasir, air murni

Cara Kerja
1.       Siapkan 2  gelas berukuran sama, sendok makan, gula pasir dan air.
2.       Tuangkan sekiral 50 mL air ke dalam gelas ke-1 dan 100 mL air ke dalam gelas ke-2
3.       Masukkan gula pasir sendok demi sendok ke dalam gelas ke-1 diaduk hingga gula tidak larut lagi.     Berapa sendokkah gula pasir yang ditambahkan?
4.       Masukkan gula pasir sendok demi sendok ke dalam gelas ke-2 diaduk hingga gula tidak larut lagi. Berapa sendokkah gula pasir yang ditambahkan?
5.       Bandingkan jumlah gula pasir yang ditambahkan ke dalam gelas ke-1 dan gelas ke-2.
6.       Buatlah kesimpulan tentang kelarutan dari hasil pengamatan.

Pengamatan
Berikut tabel hasil pengamatan dari percobaan di atas.

Jumlah Gula
(sendok)
Volume Air
Sifat Air
Warna
Gelas ke-1
6
Bertambah
Kental
Kuning bening keemasan
Gelas ke-2
10
Bertambah
Kental
Kuning bening keemasan

1.       Jumlah gula yang dimasukkan ke dalam gelas ke-1 lebih sedikit dibandingkan jumlah gula yang dimasukkan ke dalam gelas ke-2.
2.       Semakin banyak gula yang dilarutkan semakin lama waktu gula untuk larutnya.
3.       Ketika gula sudah tidak bisa lagi dilarutkan oleh air, gula hanya berubah menjadi kristal-kristal kecil dalam air.
Kesimpulan
1.       Kelarutan adalah sifat yang dimiliki oleh zat yang dapat dilarutkan oleh air.
2.       Kelarutan adlaah suatu batas kemampuan maksimum suatu zat cair (air) untuk dapat melarutkan suatu zat.
3.       Larut yaitu suatu perubahan sifat zat padat, ketika dalam zat cair (air) yang sifatnya mengikuti air.
4.       Larut merupakan suatu proses merenggangnya jarak molekul-molekul dari suatu zat dalam zat cair (air).

Waspadai Bahaya dari Kanker Payudara


1.      Identitas Buku
Judul Buku             : Kanker Payudara
Penulis                   : Endang Purwoastuti
Penerbit                 : Kanisius
Tahun Terbit          : 2008
Jumlah Halaman    : 31
2.      Gambaran Isi Buku
Payudara adalah alat tubuh yang letaknya di permukaan, sehingga apabila terjadi kelainan (tumor) mudah diketahui oleh si penderita atau dokter yang memeriksa. Namun demikian, karena kanker payudara pada stadium awal tidak menimbulkan rasa sakit dan adanya benjolan kecil pada payudara sering tidak diperhatikan, maka biasanya tumor/kanker payudara diketahui setelah mencapai stadium lanjut. Kanker payudara apabila diketemukan dalam stadium awal/dini, masih bisa disembuhkan. Hasil penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, yang dilakukan dalam tahun 1988 – 1991 menunjukkan bahwa 80% penderita kanker payudara datang memeriksakan diri atau berobat ketika penyakitnya sudah pada stadium lanjut.
Satu laporan penelitian pada tahun 1993 memperkirakan bahwa jumlah kasus baru di seluruh dunia pada tahun 1985 mencapai 720.000 orang, terdiri atas: 422.000 di negara maju dan 298.000 di negara berkembang.
Angka insiden tertinggi dapat ditemukan pada beberapa daerah di Amerika Serikat (mencapai di atas 100/100.000; berarti ditemukan lebih 100 penderita dari 100.000 orang). Kemudian diikuti dengan beberapa negara Eropa Barat (tertinggi Swiss, 73,5/100.000). Untuk Asia, masih berkisar antara 10 – 20/100.000 (contoh pada daerah tertentu di Jepang 17,6/100.000; Kuwait 17,2/100.000: dan Cina 9,5/100.000).
Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker kedua paling banyak diderita kaum wanita, setelah kanker mulut/leher rahim. Meskipun, berdasarkan penemuan terakhir kaum pria pun bisa terkena kanker payudara, walaupun masih sangat jarang terjadi. Kanker payudara umumnya menyerang wanita yang telah berumur lebih dari 40 tahun. Namun demikian, wanita muda pun bisa terserang kanker ini.
3.      Kelebihan Buku
Penyajian mengenai kanker payudara, pencegahan, dan cara deteksi dini, dalam usaha mencegah dan mendeteksi lebih dini adanya tumor/kanker pada payudara disajikan dengan singkat dan padat. Dengan tanpa mengurangi maksud dan tujuan dari isi buku ini. Selain itu juga, bahasa yang dipakai untuk mengungkapkan maksud dan tujuan dari buku ini juga mudah untuk dipahami oleh semua kalangan.
Selain itu, disajikan pertanyaan sebelum masuk ke dalam suatu pembahasan, yang menjadikan pembaca lebih terpacu untuk membaca pembahasan berikutnya.
4.      Kekurangan Buku
Penyajian yang padat dan singkat membuat para pembaca akan menyimpan sedikit pertanyaan setelah membaca buku ini. Artinya dengan penyajian yang singkat dan padat rentang membuat pembaca belum mengerti  akan maksud dari bacaan buku ini. Hal tersebut semakin dipersulit dengan ilustrasi gambar yang tidak cukup jelas dan tidak imajinatif.
5.      Kesimpulan
Penyajian yang padat dan singkat sebaiknya diimbangi dengan pemakaian bahasa yang komunikatif. Tidak cukup dengan itu, pemberian gambar yang imajinatif lebih memperjelas maksud dan tujuan dari isi buku tersebut. Selain dengan maksud supaya pembaca tidak jenuh dalam membaca isi dari buku tersebut.

Kamis, 07 Maret 2013

Pentingnya Memperhatikan Asupan Nutrien untuk Anak

Untuk kesehatan prima dan kekuatan otak optimum, susunan menu anak harus mengandung nutrien-nutrien tertentu dalam jumlah yang tepat. Kuncinya adalah seimbang dan beragam. Hanya kekurangan satu nutrien penting saja dapat mengganggu kinerja kognitif anak. Nutrien-nutrien itu terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak
2.1  Karbohidrat
Otak perlu suplai glukosa yang memberikan energi yang diperlukannyasecara ejek dan terus menerus. Makana-makanan karbohidrat, lebih baik karbohidrat kompleks, adalah sumber terbaik dan harus mencakup sepertiga dari susunan menu anak. Karbohidrat terdiri dari 2 bentuk: karbohidrat sederhana atau juga dikenal sebagai gula dan karbohidrat kompleks. Gula bisa intrinsik seperti yang terdapat di dalam buah atau ekstrinsik, seperti gula yang ditambahkan pada permen atau makanan manis, cake, dan cookies (kue kering).
Karbohidrat dalam diet anak terutama harus terbuat dari gula intrinsik dan karbohidrat kompleks yang tidak dihaluskan seperti yang ditemukan pada roti gandum, kentang, polong-polongan, pasta gandum, beras merah, dan sayuran. Karbohidrat yang tidak dihaluskan lebih baik dibanding karbohidrat yang dihaluskan karena lebih kaya nutrien dan serat. Karbohidrat baik ini terutama diperlukan otak karena membantu menjaga kadar gula darah stabil, meberikan energi yang bertahan lama untuk jangka panjang.
Makanan-makanan yang dihaluskan, bergula, menyebabkan kenaikan kadar gula darah, yang lalu turun lagi. Akibatnya rentang konsentrasi dan perhatian anak akan terganggu yang kemungkinan anak menjadi lelah. Kadar gula darah yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat menyebabkan pusing, mudah marah, dan perasaan yang berubah-ubah.
2.2  Protein
Sesungguhnya memerlukannya dalam jumlah kecil. Anak umur 4 sampai 10 tahun perlu ½ sampai 1 ons per hari tetapi keragaman itu penting untuk mendapatkan spektrum penuh dari berbagai nutrien yang terdapat di dalam makanan-makanan protein. Protein ditemukan dalam produk hewan (daging, unggas, telur, dan produk susu), dan sumber tumbuhan (kacang-kacangan/bean, lentil, kacang-kacangan/nut, dan biji-bijian).
Protein terbuat dari 25 macam asam amino. Delapan di antaranya dikenal sebagai asam amino esensial karena harus didapatkan dari makanan dan tidak bisa dibuat di dalam tubuh. Asam amino sangat penting untuk membuat neurotransmitter, pembawa pesan otak, dan sangat penting untuk zat kimia otak dan emosi. Asam amino tyrosine, ditemukan di dalam ikan, produk susu, telur, havermut, kalkun, dapat membangkitkan semangant dan meningkatkan ketajaman berpikir. Asam amino lainnya, phenylalanine, digunakan untuk mengatur gula darah lewat insulin.
Protein dikatakan mengenyangkan lebih lama dibanding karbohidrat. Tapi karbohidrat memberikan energi jangka panjang. Banyak makanan yang merupakan kombinasi dari keduanya.
2.3  Lemak
Otak kita 60% terbuat dari lemak yang harus berasal dari makanan. Karena itu, jenis lemak yang dimakan oleh anak mempengaruhi komposisi lemak di dalam otaknya. Itu sebabnya, penting untuk memberikan jenis lemak yang tepat ke dalam makanan anak karena sangat penting untuk perkembangan otak dan membuat anak dapat berpikir, menimpan, dan mengeluarkan ingatan-ingatan.
Kelompok lemak yang paling berguna untuk fungsi otak dan mata adalam asam lemak polyunsaturated rantai panjang. Antara lain asam lemak omega-3 EPA dan DHA. Jenis lemak ini termasuk salah satu yang paling sedikit didapatkan anak dari makanan. Kekurangan omega-3 dikatakan merupakan penyebab utama penyakit-penyakit degeneratif dan berhubungan penurunan  fungsi otak. Kinerja intelektual dan perilaku anak di masa kanak-kanak tampaknya juga berkaitan dengan kadar asam lemak pada masa-masa awal kehidupan anak (infant).
Asam lemak omega-3 dapat ditemukan dalam minyak ikan juga terdapat di dalam telur dan beberapa makanan tumbuhan tapi asam lemak ini tidak seampuh yang ditemukan dalam minyak ikan.
Asam lemak esensial lainnya adalah omega-6. Ditemukan dalam sumber-sumber tumbuhan seperti kacang-kacangan (nut) dan biji-bijian. Juga terdapat di dalam jagung, minyak bunga matahari dan minyak sofflower. Phospholipids, senyawa asam lemak lainnya, terutama terdapat di dalam telur, ikan dan kedelai, diperlukan untuk memperbaiki sel-sel membran otak dan transmisi impuls saraf elektrik. Selain lemak-lemak baik yang disebutkan di atas, juga terdapat lemak-lemak buruk. Antara lain lemak-lemak jenuh dan lemak-lemak trans atau lemak-lemak hydrogenated (terhidrogenasikan) yang mempunyai efek negatif pada otak. Begitu masuk ke dalam dinding-dinding sel lemak trans ini langsung mengganggu asimilasi nutrien, mengakibatkan terjadinya timbunan toksik. Celakanya, anak-anak yang sangat mudah makan terlalu banyak lemak-lemak buruk ini. Terutama jika susunan menu mereka terdiri dari banyak makanan olahan atau makan cepat saji.
Lemak-lemak hydrogenated ditemukan dalam sejumlah banyak makanan pabrik. Dari margarin, sosis, bumbu salad sampai pie, cookies, dan cakes produksi pabrik. Kabar baiknya, saat ini, produsen makanan besar kini berusaha mengurangi atau bahkan mengeliminasi kandungan lemak hydrogenated di dalam produk-produk mereka.
Tanda-tanda Kekurangan Asam Lemak
*      Luar biasa haus
*      Sering buang air kecil
*      Kulit dan rambut kering
*      Kuku lunak dan rapuh
*      Ketombe
*      Kulit pada lengan dan kaki kasar dan keras
*      Masalah-masalah perilaku
*      Kesulitan belajar
*      Hiper aktif
*      Daya konsentrasi dan ingatan buruk
*      Penglihatan buruk

Adat jeung Kabiasaan Mitembeyan di Tatar Sunda


Narasumber: Aki Andi

Rizal       : “Assalamualaikum!”
Pa Andi  : “Waalaikumsalam! Euleuh, jang Ijal. Sok kalebet!”
Rizal       : “Hatur nuhun, Pa! Pamugi kasumpingan abdi téh ngawagel waktos bapa atanapi henteu?”
Pa Andi  : “Henteu atuh, Jang. Nya badé aya naon kitu?”
Rizal      : “Panginten, hapunten heula ti payun, maksad kasumpingan abdi ka dieu téh, sabab ti sakola aya  tugas pikeun ngawawancara ngeunaan kabudayaan anu aya di ieu lembur.”
Pa Andi  : “Teras?”
Rizal       : “Nya, kersa henteu pami bapa diwawancara ku abdi?”
Pa Andi  : “Mangga, wé.”
Rizal      : “Hatur nuhun, Pa. panginten téma anu baris diwawancarakeun téh nyaéta ngeunaan mitembeyan.  Kumaha?”
Pa Andi  : “O..muhun-muhun.”
Rizal       : “Dikawitan baé atuh, Pa!”
Pa Andi  : “Mangga.”
Rizal       : “Pa, ari anu disebat mitembeyan téh naon?”
Pa Andi  : “Mitembeyan téh hiji ritual atawa upacara pikeun muka hiji pagawéan.”
Rizal       : “Dina naon baé biasa dilaksanakeunana?”
Pa Andi :  “Mitembeyan khususna dilaksanakeun dina tatanén saperti rék tanur, tebar, panén jeung    sajabana.”
Rizal       : “Naha jampé anu dianggona béda-béda atanapi henteu?”
Pa Andi  : “Beda, anu dibacakeunana memang béda laku béda jampé.”
Rizal       : “Ti saha bapa kénging kapercayaan sapertos kitu?”
Pa Andi  : “Ieu kabiasaan turun tumurun ti kulawarga bapa, mémang sainget bapa ogé ieu kabiasaan téh tos aya.”
Rizal       : “Pa! Kanggo naon kagunaan mitembeyan téh?”
Pa Andi : “Ari ceuk béja mah sangkan pare anu dipelakun téh dijaga tina hama-hama sawah lamun mitembeyan tanur, lamun mitembeyan panén kagunaanana sangkan hasilna beuner tur untung.
Rizal       : “Pa! Kumaha upami mah ieu mitembeyan téh dilanggar?”
Pa Andi  : “Nya teu nanaon keur anu teu percaya mah, tapi keur anu percaya ulah tepika teu dilaksanakeun, sabab keur anu percaya mah mémang tatanéna sok ruksak ku hama lamun teu dipitembiyan téh.”
Rizal       : “Pa! Naha ukur dina melak paré wungkul dilaksanakeunana mitembiyan téh?”
Pa Andi  : “Ari bapa mah dina tatanén pare wungkul, tapi sepuh bapamah dina melak jagong atawa panéna ogé osok.
Rizal       : “Ari bahana naon baé anu sok dianggo dina mitembeyan téh?
Pa Andi  : “Loba pisan. Contona apu, gamir, seureuh, bako,pahpirna, rujakeun sarta menyan.”
Rizal       : “Ari carana kumaha?”
Pa Andi  : “Carana, saméméh rék ngala atawa melak éta parawanten dibawa ka sawah pang tongohna terus dibeuleuman menyan.”
Rizal       : “Pa! Naha bapa terang asal muasal ieu kabiasaan téh?”
Pa Andi  : “Henteu,duka tina agama Hindu duka ti agama Islam. Ngalaksanakeun téh pédah dicontoan wé ku kolot apa.”
Rizal       : “O..muhun. Sakitu baé, Pa! Hatur nuhun. Pa!
Pa Andi  : “Atos?”
Rizal       : “Muhun, Pa! Hatur nuhun pisan, Pa.”
Pa Andi  : “Muhun. Sawangsulna. Tong isin-isin pami éta téh.”
Rizal       : “Muhun, Pa. Badé mulih heula atuh, Pa!”
Pa Andi  : “Naha atuh jang mani énggal-énggal teuing.”
Rizal       : “Henteu, Pa. Ieu parantos sonten”
Pa Andi  : “Muhun atuh. Punten wé, Jang teu disuguhan nanaon.”
Rizal       : “Hatur nuhun, Pa. Cekap. Punten wé parantos ngawagel waktosna.”
Pa Andi  : “Henteu, Jang.”
Rizal       : “Mangga atuh, Pa. Assalamualaikum.”
Pa Andi  : “Waalaikumsalam.”

Naskah Drama "Maling"


(Setting tempat halaman rumah di sebuah kampung. Waktu malam hari. Dari luar terdengar suara gaduh derap langkah orang berlari sambil berteriak maling diiringi musik pembuka. Lampu fade in. Seorang Maling masuk, panik. Kemudian ia menyembunyikan bungkusan curiannya di semak-semak. Kemudian ia berlari sembunyi. Lalu warga masuk panggung berlari dari salah satu sisi dan langsung keluar di sisi yang lain. Kemudian mereka kembali sambil mencari-cari.)

Lurah              : Cari sampai dapat! Tadi larinya ke arah sini.
Seseorang        : Tapi kok hilang, Pak.
Lurah              : Ya kalau begitu pasti ada di sekitar sini. Nggak mungkin jauh. Begini saja, kita berpencar saja.
Seseorang        : Aduh, Pak, capek.
Lurah              : Sampeyan ini bagaimana? Baru begini saja capek. Ayo cepat! Sampeyan dan mbak Seseorang ke sana. Mas Seseorang cari yang sebelah sana.
Seseorang        : Lha Bapak?
Lurah              : Saya jaga di sini.
Warga             : Woo...
Seseorang        : Sampeyan kok enak?
Lurah              : Lho, ini juga bagian dari tugas. Ayo cepat. Nanti malingnya keburu jauh. Berangkat!
                        (warga berpencar, musik mulai fade out)
Lurah              : (menghela nafas) Ada-ada saja. Pencurian di desa ini kok ndak ada habisnya. Mulai dari kehilangan sandal, rantang isi makanan, pakaian, sampai kendaraan. Seminggu yang lalu sandalnya Mbak Surti hilang. Katanya, sandal itu mahal sekali harganya. Beli di luar negeri. Lalu dia lapor ke saya, minta tolong untuk menggerakkan seluruh jajaran Hansip mencarikan sandalnya. Sandal saja beli di luar negeri. Mungkin itu kenang-kenangan dari majikannya saat jadi TKW dulu.
                        Lalu kemarin lusa, senter, pentungan termos kopi dan  rantang makanan di pos Hansip hilang. Ya baru ini ada Hansip kemalingan. Keterlaluan. Gara-gara itu, saya mulai habis isya sampai malam ikut muter-muter mencari. Jadi ndak bisa lihat sinetron kesukaan saya. (pada bagian ini bisa disebutkan salah satu judul sinetron yang sedang populer)
Nah, sekarang yang hilang malah lebih besar, uang kelurahan. Akhirnya mau tidak mau saya harus ikut mengejar. Apalagi tiga hari lagi Pak Camat mau datang melihat apakah uang bantuan dari Pemda sudah diterima dan digunakan atau belum. Ini bisa kacau kalau ketahuan dicuri. Jabatan saya sebagai Lurah bisa terancam.
Benar-benar keterlaluan. Desa Suka Makmur kok banyak maling. Tidak cocok dengan namanya, Suka Makmur. Siapa sih dulu yang punya ide nama Suka Makmur? Kalau begini terus, besok mau saya usulkan saja ke Presiden. Namanya diganti menjadi Suka Maling. Jadi kalau banyak pencurian saya tidak bakal disalahkan. Sudah sesuai dengan namanya.
                       (Seseorang masuk dengan terengah-engah)
Seseorang        : Pak, Lapor.
Lurah               : Bagaimana?
Seseorang        : Sudah saya cari dari Sabang sampai Merauke...
Lurah               : ....berjajar pulau-pulau?
Seseorang        : Bukan, nihil.
Lurah               : Walah.
Seseorang        : Lha Bapak sendiri?
Lurah              : Sama. Dari tadi saya jaga di sini tidak ada tanda-tanda maling yang lewat. Nihil.
Seseorang        : Wajar, Pak.
Lurah              : Wajar bagaimana?
Seseorang        : Mana ada maling celingak-celinguk lewat di depan sampeyan.
                        (Seseorang dan Seseorang masuk dengan tergopoh-gopoh)
Seseorang        : Pak, ada berita penting..
Seseorang        : Iya, Pak.
Lurah              : Ada apa?
Seseorang        : Tadi saya bertemu dengan Mas Poniman.
Lurah              : Mas Poniman?
Seseorang        : Iya....
Lurah              : Mas Poniman sia...
Seseorang        : ....katanya, mulai sekarang kita tidak perlu bingung kalau mau ngambil TV, kulkas, atau motor. Cukup dengan KTP saja kita bisa kredit TV lho, Pak. Bayangkan. Biasanya harus pakai BPKB atau sertifikat tanah, ya kan, Mbak?
Seseorang        : Benar, Pak. Apalagi cicilannya juga murah. Motor hanya 50 ribu per bulan. Kulkas dua pintu hanya 30 ribu perbulan. Apalagi TV hanya dua puluh ribu per bulan. Dan semua tanpa...
Lurah              : Diam! Sampeyan ini bagaimana? Tadi saya suruh apa?
Seseorang        : ee.. anu.. cari..
Lurah              : Cari maling kan? Kenapa malah cari kreditan?
Seseorang        : Mbak, sampeyan tadi ke sana apa tidak bertemu orang yang mencurigakan?
Seseorang        : Oh, yang mencurigakan?
Lurah,              : Ada? Mana?
Seseorang        : Tidak ada, Pak.
Lurah              : Walah. (bicara sendiri) Wah, bagaimana ini. Kalau sampai lusa tidak ketemu bisa gawat. Nanti kalau aku dipecat bagaimana? Sudah dicari ke sana kemari tidak ada….
Seseorang        : Eh, Pak. (sambil menunjuk ke rumah)
Seseorang        : Iya, Pak. Jangan-jangan...
Lurah              : …eits, jangan gegabah dulu.
Seseorang        : Tapi ini kan rumahnya…
Lurah              : …..iya, tapi jangan asal menuduh dulu.
Seseorang        : Sudahlah, Pak. Pasti dia. Sekali maling tetaplah maling.
Lurah              : Tenang, tenang dulu. Kita lihat baik-baik dulu. (mengetuk pintu rumah) Kulo nuwun… Mas Maman… Mas Maman…. Mas Maman…. (hening)
Seseorang        : Lho, bener kan, Pak?
Lurah              : Bener apanya?
Seseorang        : Ya pasti dia. Lihat dia sekarang pasti ketakutan di dalam.
Seseorang        : Benar, Pak. Kita dobrak saja pintunya.
Semua warga  : Ya, ya.. kita dobrak saja pintunya.
Lurah              : Tenang, tenang dulu. Jangan ngawur.
Seseorang        : Sudahlah, Pak. Nanti dia keburu kabur lewat belakang. Ayo dobrak saja.
Semua warga  : Ya ayo… (mereka mengambil kursi kayu panjang di depan rumah dan akan digunakan sebagai alat pendobrak)
Semua warga  : Satu… dua…. Ti….
                       (Maman tiba-tiba muncul dari luar panggung)
Maman            : Hoi,  ada apa ini?
Lurah              : Lho, Maman? (pada warga) He, bangkunya... Anu, Man, maaf. Tadi kita sedang mengejar maling.
Maman            : Lha terus kok pada nggrumbul di depan rumah saya ada apa?
Lurah              : Tadi malingnya lari ke sekitar sini, jadi e..., kami mengejar ke sini dan e.... kebetulan lewat rumahmu, jadi..
Seseorang        : Jadi sekarang kamu ngaku saja Man. Mana hasil curianmu?
Maman            : Curian? Curian apa? Lha wong aku dari WC umum kok?
Seseorang        : WC umum? WC umumnya kan jelas-jelas rusak.
Maman            : Eh, anu, sungai.
Seseorang        : Sungai? Di sini mana ada sungai Man?
Seseorang        : Alah, ngaku saja, Man. Sekali maling tetap saja maling.
Maman            : He, mulutmu nggak pernah disekolahkan ya? Ngomong seenaknya aja. Aku tadi dari jalan-jalan kok.
Lurah              : Tenang, tenang. Jangan ribut. Man, kamu ngaku saja dari mana?
Maman            : Dari jalan-jalan, Pak. Suer!
Seseorang        : Lha itu apa?
Maman            : Mana?
Seseorang        : Itu dibalik jaketmu.
Maman            : Nih liat (sambil membuka jaket)
Seseorang        : Di balik baju.
Maman            : Ini (sambil membuka baju) Puas?
Seseorang        : Lha itu apa? (sambil menunjuk buntelan dalam sarung Maman)
Seseorang        : Buka sarungmu!
Maman            : Ngawur! Ini aurat!
Seseorang        : Pasti itu, Pak!
Lurah              : Man, coba lihat isi bungkusan itu.
Maman            : Wah, jangan Pak. Ini bukan milik umum, Pak.
Lurah              : Sudah, keluarkan saja. Daripada kamu dikeroyok sama orang-orang.
Maman            : Ampun, jangan! (menyerahkan bungkusan pada Lurah)
Lurah              : (mengeluarkan sandal dari dalam bungkusan) Lho, punya siapa ini?
Seseorang        : Lho, itu kan sandalku yang beli di luar negeri? Jadi kamu Man? Hah?
Lurah              : Sudah, sudah. Kita tadi mau cari maling uang, bukan maling sandal.
Maman            : Lho, jadi, ini tadi bukan dalam rangka mencari saya, toh?
Seseorang        : Sekarang aku yang nyari kamu.
Lurah              : Sudah, cukup! Tadi uang kantor kelurahan dicuri. Kita sekarang sedang mencarinya.
Maman            : Oalah, lha ya mbok dari tadi ngomong. Saya kan nggak perlu deg-degan.
Seseorang        : Deg-degan apa? Jangan-jangan kamu juga yang nyuri di kelurahan?
Maman            : Kamu jangan sembarangan ya. Seenaknya saja menetapkan aku sebagai praduga tak berguna.
Seseorang        : Praduga tak bersalah.
Maman            : Itu dia maksudku.
Seseorang        : Nggak pernah sekolah saja ngomong sok yes.
Maman            : Daripada kamu, pernah sekolah tapi cuma bisa ngomong.
Lurah              : Cukup! Jadi benar kalau kamu bukan yang mencuri uang kelurahan.
Maman            : Eits, jangan salah. Jelek-jelek gini saya, Maman Supraman, nggak bakal mencuri uang rakyat. Itu prinsip!
Lurah              : Iya, iya. Kalau begitu, kamu ikut ronda apa nggak?
Maman            : Lho ya pasti donk. Saya kan warga negara yang baik. Selalu ikut kegiatan kemasyarakatan. Apalagi kegiatan ronda seperti ini. Ya, kan? Ayo semuanya! Kita berangkat! Siap semuanya! Satu, dua, tiga, sahuuur... sahur. Sahuuur... sahur. (Maman ber-uforia sendiri sedangkan yang lain hanya bengong. Meskipun ngotot, yang lain masih bengong. Malah semakin lama terlihat kejengkelan di wajah para warga.)
Lurah              : Stop! Kamu ini apa-apaan?
Maman            : Lho, kita kan mau ronda Pak?
Seseorang        : Man, ini bukan bulan puasa! Bukan ronda sahur. Kita mau cari maling!
Maman            : Oh, maaf. Kalau begitu, maliiiing... maling. Maliiiiing.... maling.(dengan nada yang sama)
Lurah              : Man!
Maman            : Apalagi Pak?
Lurah              : Jangan keras-keras!
Maman            : (sambil berbisik) Maliiiing... maling. Maliiiing maling.
Lurah              : Sudah, ayo kita lanjutkan! (warga pergi meninggalkan Maman yang masih asyik sendiri. Setelah sadar sendiri, bingung)
Maman            : Lho, hei! Busyet! Ditinggal! Hei! Wah, payah orang-orang. (celingak-celinguk memastikan keadaan aman) Hehehehehe... Untung yang di sini tidak digeledah. Kalau ketahuan, bisa kacau acara. (menghampiri tempat dekat Maling menyembunyikan barang curiannya, lalu mengambil sebuah tas plastik, melihat isinya dan tertawa) Ini kalau ketahuan bisa marah yang punya. Diselesaikan dulu, baru menyusul ronda. (mengeluarkan isinya, mangga muda.) Nah, siiip. Pencuci mulut. (kemudian Maman memakannya)
Maling             : (keluar dari tempat persembunyiannya, menodongkan celurit) Mas, serahkan bungkusan itu.
Maman            : Siapa sampeyan?
Maling             : Tidak perlu banyak bicara. Serahkan saja bungkusan itu.
Maman            : Waduh, mas. Ini tadi sulit dapatnya. Saya saja tadi hampir jatuh, digigit semut, dikejar tawon, kecebur sungai....
Maling             : Hei! Aku tidak mau mendengar curhatanmu. Serahkan! (mengacungkan senjata)
Maman            : Iya, iya. (menyerahkan bungkusan.) Ini juga, Mas?
Maling             : Ndak usah. Buat kamu aja. (pergi)
Maman            : (sambil menghabiskan mangga) Gila, siapa itu tadi? Masak minta mangga saja pake senjata? Ah, mungkin istrinya lagi ngidam. Atau mungkin dia yang ngidam? Aneh, gitu saja pake nodong. Memang jaman sekarang ini orang-orang pada aneh. Masalah sepele saja pakai kekerasan, maksa. Atau kalau tidak, nyogok nyuap. Padahal kalau dia mau usaha sedikit saja pasti dapat. Aku saja rela manjat pohon, digigit semut, dikejar tawon, demi mendapat mangga ini. Tapi dia, seenaknya mengambil jerih payah orang lain. Serahkan bungkusan itu, hah! Anak kecil ingusan juga bisa…
                       (tiba-tiba Maling masuk sambil melemparkan mangga pada Maman)
Maling             : Hei! Mana isinya tadi?
Maman            : Apa toh?
Maling             : Mana isi kresek tadi.
Maman            : Lha ini kamu lempar. Piye toh?
Maling             : Bukan itu.
Maman            : Mana lagi?
Maling             : Yang asli.
Maman            : Yang asli apa?
Maling             : Isi yang asli!
Maman            : Iya, apa?
Maling             : Uang kelurahan!
Maman            : Hah? Jadi, kamu malingnya? Maliiiiiiing! Maliiing! (lari keluar)
(Maling panik, keluar Warga kemudian berdatangan)
Lurah              : Mana malingnya? Mana?
Maman            : Ke sana, Pak.
(keluar mengejar. Kemuadian Maling masuk lagi, clingak celinguk, memastikan keadaan aman. Lalu menuju ke tempat ia menyembunyikan barangnya. Belum sempat mengambil barangnya, Maman berlari masuk sambil memegangi perutnya menuju pintu rumah. Si Maling kelabakan karena tidak ada tempat bersembunyi. Tapi Maman tidak menyadari.)
Maman            :Aduh, sialan. Ini gara-gara mangga curian. Pasti yang punya nggak ikhlas. Mana sih kunciku? Aduh, gawat. Aduh, sudah diujung tanduk nih. Eh, Mas. Jangan diam saja. Tolong, mas.
                       (Maling membantu membukakan pintu rumah Maman)
Maman            : Makasih ya mas.
Maling             : Sama-sama.
Maman            : Kok pinter sampeyan, Mas? Kayak maling sa... Maliiiiing... maliiiiing....
                      (Si Maling langsung menutup pintu dan menguncinya dari luar. Maman masih berteriak-teriak, Maling panik, dan orang-orang terdengar berdatangan. Si Maling bersembunyi di semak-semak. Warga masuk)
Lurah              : Man, mana malingnya? Buka pintunya.
Maman            : Aduh, (terdengar suara kentut) bocor.
Lurah              : Man, mana.. bau apa ini?
Maman            : Tolong Pak... Pintunya dikunci (terdengar suara kentut berkali-kali)
Seseorang        : Man, kamu mencret ya?
Maman            : Toloooong, buka.
Lurah              : Dobrak saja. (warga mendobrak pintu dengan kursi kayu di depan rumah)
                        (setelah pintu terbuka, Maman keluar dengan wajah loyo. Semua warga menutupi hidungnya)
Maman            : Lapor, Pak. Tadi malingnya dari sini, terus kabur lagi.
Lurah              : Kemana kaburnya?
Maman            : Emm... Ke sana eh, bukan, ke sana mungkin,
Lurah              : Yang bener! Kemana?
Maman            : Ke sana,Pak. Sepertinya cenderung ke sana.
Seseorang        : Man, kamu mencret ya?
Maman            : Maaf, kecelakaan. Ayo kita kejar.
Lurah              : Hei, mau kemana kamu?
Maman            : Ngejar Maling, Pak.
Lurah              : Ganti celana dulu, sana.
Maman            : Waduh, nanti keburu jauh, Pak.
Seseorang        : Tapi kita yang nggak kuat.
Maman            : Sudahlah, tidak apa-apa. Yang sabar ya?
Seseorang        : Sabar, sabar. Baumu itu melanggar ketertiban umum.
Maman            : Ketertiban umum apa? Kayak kamu nggak pernah ngantong aja.
Seseorang        : Ya itu dulu, waktu masih bayi.
Lurah              : Sudah, Man. Ganti celana saja dulu. Kita menunggu di sini
Maman            : Bener ya, Pak?
Lurah              : Iya.
Maman            : Saya ditunggu lho!
Lurah              : Iya.
Maman            : Nanti kalau saya diapa-apakan sama malingnya bagaimana?
Lurah              : Iya.
Maman            : Janji ya, Pak, saya ditunggu!
Lurah              : Iya.
Maman            : Nanti ditinggal?
Lurah              : Iya.
Maman            : Tuh kan? Saya mau ditinggal.
Lurah              : Kalau kamu kebanyakan ngomong, saya tinggal, lho! Sana! Cepat!
Maman            : Iya, iya. Tapi nanti kalau...
Warga             : Maaaan...!
Maman            : Iya, iya, iya.. (Maman segera masuk ke dalam rumah)
Lurah              : Ayo, kita cari lagi. (warga keluar. Maling masuk lagi, mengendap-endap)
Maman            : Pak, masih di luar kan?
Maling             : (kaget) I.. iya..
Maman            : Oh, ya sudah.. Saya kira saya ditinggal. Maaf, lho Pak. Kecelakaan ini tadi sebenarnya gara-gara Maling sialan itu. Bikin repot saja, ya kan, Pak?
Maling             : Eh… anu.. iya…
Maman            : Nanti kalau maling itu sudah tertangkap enaknya diapakan, Pak?
Maling             : Diberi uang.
Maman            : Lho, saya juga mau, Pak.
Maling             : Eh, anu… Maksud saya diberi pelajaran.
Maman            :Pelajaran apa, Pak?
Maling             : Eh.. anu… eee.. apa ya? E… pelajaran hukum saja.
Maman            : Lho, kenapa hukum, Pak?
Maling             : Ya biar kebal hukum.
Maman            : Lho, kok malah dibela, Pak?
Maling             : eh, anu,  terserah kamu saja.
Maman            : Saya punya ide, Pak. Nanti kita beri pelajaran penjaskes. Lalu kita suruh push up 100x, sit up 200x, lari keliling desa 30 putaran, dan ….
Maling             : …jangan!
Maman            : Lho, kok jangan?
Maling             : eh… anu… terserah kamu saja.
Maman            : Nah, setelah itu kita lucuti bajunya, diikat, lalu diarak keliling kecamatan…
Maling             : Enak saja, saya ini orang baik-baik.
Maman            : Lho, Bapak kok emosi?
Maling             : Karena  kamu sudah menginjak-injak harga diri saya. Bagaimana nanti anak buahku?
Maman            : Lho, jadi.. (keluar) He, mali....
Maling             : (memotong sambil mengacungkan senjata) Diam! Mau apa?
Maman            : Mau teriak maling.
Maling             : Mau kupotong lidahmu?
Maman            : Jangan mentang-mentang punya senjata mau potong lidah orang seenaknya ya!
Maling             : Oh, jadi sekarang berani melawan ya?
Maman            : Eits, sebentar. Aku mau ambil senjata dulu. (masuk rumah mengambil senjata)
Maling             : Boleh, silahkan.
                        (Maman keluar membawa senjata yang lebih besar ukurannya. Bisa 5x lipat dari milik Maling)
Maman            : Nah, sekarang senjataku lebih besar. Ayo maju!
                       (mereka bertarung, tapi karena senjata Maman terlalu besar maka ia tidak kuat mengangkat senjatanya. Meskipun Maling menyerangnya bertubi-tubi ia hanya bisa menangkis.)
Maman            : Ampun, Mas. Ampun! (berlari keluar) Tolooong, toloooong. Maliiing..
                       (mendengar itu Maling panik dan berusaha mencari barang curiannya dengan cepat. Belum sempat menemukan barang curiannya, warga dan Maman sudah berdatangan menggerebek Maling. Adegan kejar-kejaran terjadi. Merasa terpojok, akhirnya maling berlari ke arah penonton. Warga mengejarnya. Lampu sorot mengikuti arah larinya para pemain)
Lurah              : (masih di dalam panggung) Hei! Hei! Stoooop! Kembali! Apa-apaan kalian?
Seseorang        : Mengejar maling, Pak.
Lurah              : Tapi kenapa ke sana. Sini! Kembali ke sini!
                        (warga kembali)
Seseorang        : Mau bagaimana Pak? Malingnya lari ke sana.
Lurah              : Ya jangan dikejar.
Seseorang        : Bukannya kita dari tadi ngejar maling, Pak?
Lurah              : Iya, tapi kalau larinya ke luar daerah kita ya sudah, jangan dikejar.
Seseorang        : Mau ke luar daerah, mau ke luar negeri, namanya maling ya harus dikejar, Pak. Apalagi yang dicuri uang kelurahan, Pak.
Lurah              : Lho, kamu ini bagaimana sih? Kita ndak bisa seenaknya saja melewati batas desa. Bisa kacau.
Seseorang        : Tidak bisa bagaimana? Bagaimana dengan uang kelurahan?
Seseorang        : Benar, Pak. Ayo semuanya. Mumpung malingnya belum jauh. Kejaaar!
Lurah              : Stooop!
Seseorang        : Apalagi, Pak?
Lurah              : Saya bicara belum selesai kok mau main kejar saja.
Seseorang        : Pak, kalau kita terlalu banyak bicara kapan malingnya akan tertangkap?
Lurah              : Begini Bapak-bapak, Ibu-ibu. Sebagai warga desa yang baik kita memang sudah seyogyanya ikut membantu mengamankan desa. Salah satunya dengan cara ikut mengejar pencuri seperti sekarang.
Seseorang        : Nah, maka dari itu tidak perlu banyak bicara. Sekarang ayo kita kejar. Kejaaaar!
Lurah              : Stooooop! Ini masih belum selesai! Dasar orang tidak berpendidikan.
Seseorang        : Pak, kita semua memang hanya lulusan SD dan hanya Bapak yang sarjana. Tapi di mana-mana kalau hanya urusan seperti ini tidak perlu pendidikan tinggi. Ya, kan?
Warga             : Betul.
Lurah              : Nah, kalau begitu apa sampeyan tahu kalau mengejar maling seperti ini ada aturannya?
Seseorang        : Mana ada?
Lurah              : Lho, ada.
Seseorang        : Apa?
Lurah              : Dalam Perdes pasal 15 ayat 10 butir (e) tahun 1965 telah dijelaskan bahwa: Kegiatan pengejaran pencuri, jambret, rampok dan atau semacamnya hanya boleh dilakukan oleh warga dan atau perangkat desa sebatas lingkungan desa mereka sendiri.
Seseorang        : Nah, kalau malingnya lari keluar desa bagaimana?
Lurah              : Itu sudah diatur dalam pasal dan ayat yang sama pada butir (k), bahwa: Jika pelaku yang telah dijelaskan pada butir (a) melarikan diri hingga ke luar batas desa maka warga dan atau perangkat desa wajib membuat surat ijin pengejaran pada perangkat desa yang dimaksud hingga disetujui oleh perangkat desa yang dimaksud.
Seseorang        : Wah, bisa berbulan-bulan, Pak.
Seseorang        : Padahal tinggal sedikit lagi kita bisa menangkap maling yang selama ini sudah meresahkan desa.
Warga             : Betul.
Lurah              : Mau bagaimana lagi? Ini sudah aturan.
Seseorang        : Siapa sih yang membuat aturan merepotkan seperti itu?
Lurah              : Saya sendiri juga kurang tahu. Tahun pembuatannya saja 1965. Saya masih di dalam perut.
Seseorang        : Apalagi saya.
Lurah              : Makanya sekarang kita istirahat dulu besok kita buat surat ijin ke desa sebelah agar pengejaran bisa dilanjutkan.
Seseorang        : Pak, saya usul. Bapak kan Lurah. Pendidikan Bapak juga sarjana. Nah, tolong Bapak bicara dengan Pak Camat atau Presiden atau siapa sajalah agar aturan seperti itu diganti.
Seseorang        : Betul. Kalau tidak, kita sebagai warga akan kesulitan bergerak kalau ada kejadian seperti ini.
Lurah              : Iya, beres. Nanti akan saya usahakan.
Seseorang        : Man, aku numpang ke kamar mandi ya?
Maman            : (setengah berteriak) Jangan! Eh, anu, maksudku jangan, kamar mandinya rusak. Kan tadi aku ngantong, soalnya kamar mandiku mampet.
Seseorang        : Alah, ndak apa-apa. Ini sudah ndak kuat.
Maman            : Jangan! Eh, anu maksudku jangan. Di dalam banyak tikus. Nanti kalau digigit bagaimana?
Seseorang        : Ya sudah. Pak, saya pulang dulu ya? Kebelet.
Lurah              : Ya, nanti ke sini lagi ya?
Seseorang        : Man, ada air minum nggak?
Maman            : Ada.
Seseorang        : Minta ya? (sambil berlalu akan masuk ke rumah Maman)
Maman            : Jangan! Eh, anu, sampeyan duduk-duduk di sini saja. Jangan masuk. Baunya, wuh. Saya ambilkan saja.
Lurah              : Aku juga, Man. Kalau ada air putihnya agak hangat ya?
Maman            : Oh, beres, Pak.
Seseorang        : Aku kopi satu.
Maman            : Nggak sekalian soda gembira? (sambil berlalu masuk rumah)
                       (kemudian Lurah dan warga yang tersisa berbincang-bincang. Tiba-tiba Seseorang  datang lagi dengan tergesa-gesa.)
Seseorang        : Pak, Pak!
Lurah              : Ada apa?
Seseorang        : (terengah-engah) Di sana,  di sana, Pak.
Lurah              : Ada apa di sana?
Seseorang        : Ada, ada orang mencurigakan.
Lurah              : Mana? Di mana?
Seseorang        : Di sana, Pak.
Warga             :Ayo, ke sana. (warga keluar panggung. Beberapa saat kemudian Maman keluar.)
Maman            : Nah, saudara-saudara ini pesanannya. Air putih dingin, air putih hangat dan kopi soda... lho, mana orang-orang? Pak Lurah? Mas, Mbak? Bagaimana sih orang-orang ini? Sudah susah-susah dibuatkan kok malah menghilang. Dasar orang-orang tak tahu berterima kasih. (ketika Maman menggerutu, tiba-tiba Maling masuk dan langsung membekap mulut Maman dan memasukkannya ke dalam rumah. Minuman yang dibawa Maman berantakan. Dari dalam terdengar suara gaduh. Warga masuk.
Lurah              : Mana malingnya? Orang buta dibilang maling.
Seseorang        : Saya kan tadi hanya bilang orang yang mencurigakan, Pak. Bukan maling.
Seseorang        : Lho kok berantakan? Mana Maman?
Lurah                 : Man, Maman. (membuka pintu) Lho, ini malingnya!
                          (Warga masuk semua. Mereka keluar dengan membawa seseorang yang berpenampilan seperti Maling. Yang lain membawa rantang, pakaian, pentungan, senter dan hasil “curian” lainnya yang ada di dalam rumah Maman)
Seseorang          : Akhirnya, kamu kena juga ya.
Seseorang          : Jadi selama ini dia sembunyi di dalam rumah Maman.
Seseorang          : Maman sialan. Jadi selama ini dia yang menyembunyikan maling ini.
Seseorang          : Selain itu ternyata dia yang mencuri pakaian kita selama ini. Lihat ini, ini semua pakaianku yang hilang.
Seseorang          : Ini juga perlengkapan Hansipku ada di sini.
Seseorang          : Langsung hajar saja.
Lurah                 : Tenang dulu, kita lihat dulu bagaimana wajahnya. (ketika penutup wajah Maling dibuka, ternyata orang tersebut adalah Maman dengan mulut tersumpal dan tangan terikat.)
Lurah                 :Lho, jadi kamu malingnya?
Maman              : Bukan, Pak. Ini salah paham. Tadi ada orang yang mengikat saya.
Seseorang          : Alasan! Sekali maling tetaplah maling.
Seseorang          : Kalau nyolong makanan dan pakaian saja berani, nyolong uang pasti juga berani.
Maman              : Ampun, bukan saya. Ini salah paham.
Warga                : Ayo hajar saja, sikat dia. Bakar hidup-hidup.
Maman              : Toloooong.....
 (Musik meninggi, lampu panggung merah, semua fade out.)

 Selesai