Asik

Sabtu, 15 Oktober 2022

Hakikat Manusia dan Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia Makalah Landasan Pendidikan Mata Kuliah Landasan Pendidikan

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

     Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan akal dan pikiran. Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki derajat paling tinggi diantara ciptaannya yang lain. Hal yang paling penting dalam membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal, pikiran, perasaan, dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya di dunia. Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan.

     Karena manusia diciptakan oleh Tuhan dengan berbekal akal dan pikiran, maka manusia membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan kehidupannya demi memuaskan rasa keingintahuannya. Melalui pendidikan, keberadaan sifat dan hakikat manusia menarik untuk dipelajari dan digali dari berbagai macam sudut pandang disiplin ilmu. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk menjadi manusia seutuhnya. Manusia siapapun, sebagai apapun, dimana dan kapan pun berada, berhak atas pendidikan agar dikemudian hari manusia dapat menemukan jati dirinya sebagai manusia.

     Pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan potensi diri agar menjadi manusia yang mempunyai nilai tri-kompentensi dasar, yaitu: intelektualitas, humanitas, dan religiusitas. Karena itu pendidikan merupakan agen of change untuk mengubah diri sendiri dan masyarakat sekitar. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya.

B.     Rumusan Masalah

      Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya:

1.      Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia ?

2.      Apa saja sifat hakikat manusia ?

3.      Apa saja dimensi manusia sebagai bagian dalam pendidikan ?

4.      Apa saja pengembangan dimensi hakikat manusia ?

5.      Mengapa pendidikan itu penting bagi manusia ?

C.    Tujuan Penulisan

      Adapun tujuan penulisan makalah ini diantaranya:

1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hakikat manusia.

2.      Untuk mengetahui apa saja sifat hakikat manusia.

3.      Untuk mengetahui apa saja dimensi manusia sebagai bagian dalam pendidikan.

4.      Untuk mengetahui apa saja pengembangan dimensi hakikat manusia.

5.      Untuk mengetahui pentingnya pendidikan bagi manusia.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Hakikat Manusia

      J.D. Butler (1968), mengatakan bahwa menurut teori Evolusionisme, manusia adalah hasil puncak dari mata rantai evolusi yang terjadi di alam semesta. Manusia sebagaimana halnya alam semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu sendiri tanpa pencipta. Penganut aliran ini antara lain, Herbert Spencer, Charles Darwin, dan Konosuke Matsushita. Sebaliknya, filsafat Kreasionalisme menyatakan bahwa asal usul manusia sebagaimana halnya alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu tuhan YME. Penganut aliran ini antara lain Thomas Aquinas dan Al-Ghazali.

      Tatang Syarifudin (2008: 9-10), mengatakan bahwa kita dapat mengakui kebenaran tentang adanya proses evolusi di alam semesta termasuk pada diri manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan yang menyatakan adanya manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil evolusi dari alam itu sendiri tanpa pencipta. Penolakan ini didasarkan atas keimanan kita terhadap Tuhan YME sebagai maha pencipta.

      Pada dasarnya, manusia diciptakan untuk mengemban tugas-tugas pengabdian kepada penciptanya. Agar tugas-tugas yang dimaksud dapat dilaksanakan dengan baik, maka sang pencipta telah menganugerahkan manusia seperangkat potensi yang dapat ditumbuhkembangkan. Potensi yang siap pakai tersebut dianugerahkan dalam bentuk kemampuan dasar, yang hanya mungkin berkembang secara optimal melalui bimbingan dan arahan yang sejalan dengan petunjuk sang penciptanya.

      Dengan mengacu pada prinsip penciptaan ini, menurut filsafat pendidikan bahwa manusia adalah makhluk yang berpotensi dan memiliki peluang untuk dididik. Pada dasarnya, pendidikan itu sendiri adalah aktivitas sadar berupa bimbingan bagi menumbuhkembangkan potensi ilahiyat, agar manusia dapat memerankan dirinya selaku pengabdi sang pencipta secara tepat guna dalam kadar yang optimal. Dengan demikian, pendidikan merupakaan aktivitas yang bertahap, terprogram, dan berkesinambungan.

      Manusia siapa pun pasti tahu bahwa melakukan perbuatan tertentu yang mengakibatkan banyak orang sakit dan menderita adalah merusak nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini menunjukan bahwa perilaku negatif itu selalu mewarnai kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa pengetahuan manusia belum terhubungkan secara kausalistik fungsional dengan realitas konkret perilaku sehari-hari.

      Dari kesenjangan antara pengetahuan dan perilaku tersebut, munculah upaya untuk mempertemukannya, yaitu melalui pendidikan. Sepanjang eksistensinya manusia memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan potensi alam termasuk dirinya sendiri dan sesamanya. Dibawah kekuasaan manusia, kehidupan ini berlangsung menjadi “antroposentrik”.

1.      Sifat Hakikat Manusia

           Filsafat antropologis mengkaji sifat manusia karena pendidikan adalah praktik yag berlandaskan dan bertujuan. Landasan dan tujuan pendidikan itu sifatnya filosofis dan normatif. Paham eksistensilisme mengemukakan wujud sifat hakikat manusia sebagai berikut:

a.       Kemampuan mengendalikan diri

           Kemampuan mengendalikan diri yang ada pada manusia merupakan kunci perbedaaan antara manusia dengan hewan. Manusia dapat membedakan dirinya dengan hewan, mereka bahkan dapat mengendalikan diri dengan sekitarnya, yang non-aku berkat adanya kemampuan ini.

b.      Kemampuan bereksistensi

           Kemampuan manusia menerobos dan menempatkan diri disebut kemampuan bereksistensi. Perbedaan manusia sebagai makhluk human dan hewan sebagai makhluk infrahuman terletak pada adanya kemampuan bereksistensi.

c.       Kata hati

           Kata hati (consience of man) bisa disebut juga dengan hati nurani, pelita hati, suara hati. Consience adalah pengertian yang mengikuti perbuatan. Hati nurani adalah kemampuan pada diri manusia yang memberi penerangan tentang baik buruknya perbuatan manusia.

d.      Moral

           Moral dapat disebut juga sebagai tingkah laku atau perbuatan. Moral sebagai tingkah laku manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya. 

e.       Tanggung jawab

           Tiga wujud tanggung jawab diantaranya: tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab kepada masyarakat atau sesama, dan tanggung jawab kepada tuhan. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja.

f.       Rasa kebebasan

           Kebebasan adalah keleluasaan seseorang dalam melakukan hal apapun yang ia dinginkan dan harus didasari dengan pertanggung jawaban dari apa yang ia langgar dari kebebasan tersebut.  

g.      Kewajiban dan hak

           Kewajiban adalah suatu hal yang harus dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang dan jika tidak melakukan suatu hal tersebut akan menerima sanksi. Sedangkan hak adalah sebuah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu hal yang memang semestinya diterima atau dilakukan.

h.      Kemampuan menghayati kebahagiaan

           Kemampuan menghayati kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Yang dinamakan kebahagiaan ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Kebahagiaan adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan yang ditandai dengan kecukupan, kenikmatan atau kegembiraan.

2.      Dimensi Manusia Sebagai Bagian Dalam Pendidikan

            Keadaan manusia sebagai makhluk sosial yang mendorongnya untuk berhubungan dengan sesama yang menempatkan manusia memiliki dimensi sebagai berikut:

a.       Dimensi manusia sebagai makhluk filosofis

           “homo sapiens” merupakan sebutan bagi manusia yang diartikan sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan ilmu pengetahuan. Munculnya ilmu filsafat karena terdorong oleh hasrat manusia yang ingin mengetahui segala sesuatu. Filsafat ialah ilmu yang menyelidiki sesuatu secara mendalam tentang ketuhanan, alam dan manusia sehingga menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya sikap manusia setelah mencapai pengetahuan.

b.      Dimensi manusia sebagai makhluk individu

           Manusia sebagai individu mempunyai jiwa dan raga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, di dalam perkembangannya. Sifat-sifat yang secara potensial tanpa pembinaan melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian yang unik akan tetap tinggal. Fungsi pokok pendidikan adalah membantu peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri atau membentuk kepribadiannya.

c.       Dimensi manusia sebagai makhluk sosial

           Manusia sebagai makhluk sosial, saling membutuhkan, saling menolong dan saling melengkapi. Tugas pendidikan adalah mengembangkan semua potensi sosial sehingga manusia sebagai makhluk sosial mampu berperan dan mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat.

d.      Dimensi manusia sebagai makhluk susila

           Makhluk susila adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dengan nilai-nilai dan dapat melaksanakannya. Setiap orang harus memiliki aturan-aturan atau norma-norma yang dapat menentukan tingkah laku yang baik dan yang buruk akibat dari pengalaman  dari norma-norma dalam kehidupannya.

e.       Dimensi manusia sebagai makhluk beragama

           Manusia menurut fitrahnya adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang memiliki rasa dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, dan juga yang mengangkat harkat kemuliaan di sisi Tuhannya.

3.      Pengembangan dimensi hakikat manusia

a.       Pengembangan yang utuh

           Pengembangan hakikat manusia yang utuh dapat diberi makna sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga tumbuh dan berkembang secara harmonis. Pembentukan manusia yang utuh secara totalitas dapat diupayakan dengan pengembangan yang bersifat horizontal maupun vertikal.

b.      Pengembangan yang tidak utuh

           Pengembangan yang tidak utuh merupakan pengembangan yang bersifat patologis, yang akan memberikan dampak terbentuknya kepribadian yang pincang. Pengembangan seperti ini, tidak menguntungkan dalam dunia pendidikan, karena usaha pendidikan senantiasa menghendaki terbentuknya hasil kepribadian yang utuh.

B.     Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia

           Setiap orang membutuhkan pendidikan, karena melalui pendidikan manusia dapat memiliki kemampuan untuk mengatur, mengontrol, dan memutuskan dirinya sendiri. Pendidikan juga dapat membimbing perkembangan kepribadian seseorang dengan lebih baik. Manusia merupakan makhluk Tuhan diberikan kelebihan dengan wujud akal dalam diri manusia. Untuk mengolah akalnya, manusia memerlukan suatu pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Hubungan manusia dengan pendidikan sangat erat karena memiliki ikatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia untuk berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia agar dapat bertahan hidup.

           Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia, oleh sebab itu setiap orang berhak mendapatkan dan melaksanakan pendidikan serta diharapkan untuk berkembang di dalamnya.

           (Achmad Munib, 2004:142). Mengatakan bahwa hakikat pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

           Adapun asas-asas keharusan atau pentingnya pendidikan bagi manusia diantaranya:

1.      Manusia sebagai makhluk yang belum selesai

           Manusia disebut sebagai “homo sapiens”, artinya makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya yang belum diketahuinya. Berawal dari rasa ingin tahu ini maka timbulah ilmu pengetahuan. Manusia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan dan pengembangan diri, ia adalah manusia, tetapi sekaligus “belum selesai” mewujudkan dirinya sebagai manusia.

2.      Tugas dan tujuan manusia adalah menjadi manusia

           Sejak kelahirannya, manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak secara otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi berbagai aspek hakikat manusia. Sebagai individu atau pribadi, manusia bersifat otonom, ia bebas menentukan pilihannya ingin menjadi apa atau menjadi siapa di masa depannya. Sebagai pribadi setiap orang otonom, ia bebas menentukan pilihannya, tetapi bahwa bebas itu selalu berarti terikat pada nilai-nilai tertentu yang menjadi pilihannya, dan dengan kebebasannya itulah seseorang pribadi wajib bertanggungjawab terhadap pilihannya.

3.      Perkembangan manusia bersifat terbuka

           Manusia berkembang sesuai kodrat dan martabat kemanusiannya atau mampu menjadi manusia, sebaliknya mungkin pula ia berkembang ke arah yang kurang sesuai atau bahkan tidak sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaannya.

Adapun pentingnya pendidikan selain dari tiga hal tersebut diantaranya:

a.       Membangun karakter sejak dini

           Pendidikan memiliki peran penting karena dapat membangun karakter individu sejak dini. Maka dari itu, membangun karakter yang baik dapat diterapkan sedini mungkin, karakter yang dibentuk sejak dini dapat menjadi bekal individu untuk dapat diterima di masyarakat.

b.      Memaksimalkan potensi individu

           Alasan mengapa pendidikan itu penting adalah agar potensi yang terdapat dalam diri individu dapat digunakan secara maksimal dan optimal. Setiap manusia terlahir dengan kemampuan otak dan bakat yang berbeda-beda. Pendidikan menjadi aspek yang dapat memaksimalkan hal tersebut.

c.       Menyiapkan pondasi untuk masa depan

           Pendidikan adalah salah satu pondasi penting untuk masa depan. Alasannya adalah untuk menyiapkan mental dan pengetahuan agar anak mendapatkan pondasi yang bagus untuk menghadapi apapun di masa depan.

d.      Meningkatkan kondisi taraf  hidup

           Pendidikan juga dapat mempengaruhi kondisi taraf hidup manusia. Kondidi taraf hidup yang baik dapat dipengaruhi karena pencapaian pendidikan yang tinggi begitupun sebaliknya. Taraf hidup yang lebih baik, dikarenakan memiliki pendidikan yang lebih baik juga.

e.       Mengasah kemampuan kognitif

           Pendidikan berperan penting untuk mengasah kemampuan kognitif anak hingga beranjak dewasa. Kemampuan ini menjadi bekal seorang individu dalam menyelesaikan masalah dan tugas apapun. Maka pelatihan kemampuan kognitif semakin baik jika diajarkan sejak dini.

f.       Menyiapkan diri menjadi makhluk sosial

           Menyiapkan diri secara mental dan fisik untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain menjadi alasan mengapa pendidikan itu penting untuk diberikan. Terlahir sebagai makhluk sosial, tidak mungkin jika individu tidak bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, pendidikan pula yang mengajarkan arti toleransi, etika dan adab ketika berinteraksi dengan orang lain.

g.      Memberi kontribusi untuk mengurangi angka kemiskinan

           Memberikan pendidikan secara merata bagi setiap individu, artinya juga ikut berkontribusi untuk mengurangi angka kemiskinan. Karena pendidikan menjadi faktor untuk mendapatkan taraf hidup lebih baik, maka juga berpengaruh ke dalam aspek ekonomi secara keseluruhan.

h.      Menciptakan individu yang berguna bagi masyarakat

           Fungsi penting pendidikan adalah menciptakan individu yang memiliki potensi yang tinggi untuk nantinya berguna bagi masyarakat. Pendidikan akan mengajarkan individu bagaimana agar memberikan manfaat bagi masyarakat. Banyak hal yang dapat dilakukan individu untuk masyarakat.

i.        Mewujudkan cita-cita dan keinginan

           Pendidikan yang erat dengan banyaknya pengetahuan yang didapat, menjadikan seorang individu lebih luwes dalam menentukan cita-cita dan keinginan untuk taraf kehidupan yang lebih baik.

j.         Merubah mindset tentang hidup

           Karena pendidikan telah membantu seseorang untuk membuka wawasannya, maka sudah pasti pendidikan juga akan merubah pola pikir seseorang tersebut. Pendidikan yang baik merubah bakat berpikir seseorang menjadi lebih dewasa dan pandai menilai sesuatu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

      Pada dasarnya, manusia diciptakan untuk mengemban tugas-tugas pengabdian kepada penciptanya. Agar tugas-tugas yang dimaksud dapat dilaksanakan dengan baik, maka sang pencipta telah menganugerahkan manusia seperangkat potensi yang dapat ditumbuhkembangkan. Potensi yang siap pakai tersebut dianugerahkan dalam bentuk kemampuan dasar, yang hanya mungkin berkembang secara optimal melalui bimbingan dan arahan yang sejalan dengan petunjuk sang penciptanya. Setiap orang membutuhkan pendidikan, karena melalui pendidikan manusia dapat memiliki kemampuan untuk mengatur, mengontrol, dan memutuskan dirinya sendiri. Pendidikan juga dapat membimbing perkembangan kepribadian seseorang dengan lebih baik.

      Hakikat manusia sangat berhubungan erat dengan pendidikan, dan pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia, dimana dengan adanya pendidikan, maka manusia dapat berkembang dan berpikir untuk mencapai dan menghadapi masa depan. Dengan kemampuan yang dimiliki sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan dimana individu tersebut berada, sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya.

B.     Saran

      Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberi kritik dan saran yang membangun kepada Penulis, demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.      


DAFTAR PUSTAKA

 

Abdullah, A.R.S. 1991. Educational Theory, a Qur’anic Outlook (Alih Bahasa: Mutammam). Bandung: Diponegoro.

Butler, J.D. 1968. Four Philosophies. New York: Harper & Row.

Hamzah B.Uno. 2016. Landasan Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Munib, Ahmad. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT UNNES PRESS.

Syarifudin, Tatang. 2008. Landasan Pendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI.

https://repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/1757/Buku-Landasan-Pendidikan.pdf,

di akses pada  14 September 2022

 

 

Makalah Peradaban Islam Masa Dinasti Umayyah di Syria Tugas Kuliah Sejarah Peradaban Islam

BAB I 

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

      Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, mengakibatkan lahirnya kekuasaan yang berpola dinasti atau kerajaan. Pada kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya.

      Dinasti Bani Umayyah merupakan dinasti yang berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (41-132/661-750). Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abu Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembaiatan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.

      Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak Khawarij (kelompok yang membangkang dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M-41 H dan dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan. Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan sumbangan dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.

B.     Rumusan Masalah

      Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya:

1.      Bagaimana pembentukan pemerintahan dinasti Umayyah I ?

2.      Bagaimana pertumbuhan pemerintahan dari tahun (661-680 M) ?

3.      Bagaimana masa kejayaan pemerintahan dan perkembangan ilmu dari tahun (685-715 M)?

4.      Apa penyebab kemunduran pemerintahan dinasti Umayyah I?

5.      Apa saja faktor-faktor kejatuhan dinasti Umayyah I ?

6.      Siapa saja para khalifah dinasti Umayyah I di Syria ?

C.    Tujuan Penulisan

      Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :

1.      Untuk mengetahui bagaimana pembentukan pemerintahan dinasti Umayyah I.

2.      Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan pemerintahan dari tahun (661-680 M).

3.      Untuk mengetahui bagaimana masa kejayaan pemerintahan dan perkembangan ilmu dari tahun (685-715 M).

4.      Untuk mengetahui apa penyebab kemunduran pemerintahan dinasti Umayyah I.

5.      Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor kejatuhan dinasti Umayyah I.

6.      Untuk mengetahui siapa saja para khalifah dinasti Umayyah I di Syria.

 

     

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pembentukan Pemerintahan Dinasti Umayyah I

      Wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib pada bulan ramadhan tahun 40 H/661 M, menimbulkan dampak politis yang cukup berat bagi kekuatan Islam khususnya para pengikut setia Ali (Syi’ah). Oleh karena itu, tidak lama berselang umat Islam dan para pengikut Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia (ba’iat) atas diri Hasan bin Ali untuk diangkat menjadi khalifah pengganti Ali bin Abi Thalib.

      Proses pengangkatan itu dilakukan dihadapan banyak orang. Mereka yang melakukan sumpah setia ini ada sekitar 40.000 orang. Orang yang pertama kali mengangkat sumpah setia adalah Qays bin Sa’ad, kemudian diikuti oleh umat  Islam pendukung setia Ali bin Abi Thalib. Pengangkatan Hasan bin Ali dihadapan orang banyak tersebut ternyata tetap saja tidak mendapat dukungan dari Muawiyah bin Abu Sufyan dan para pedukungnya. Dimana pada saat itu, Muawiyah yang menjabat sebagai gubernur Damaskus juga menobatkan dirinya sebagai khalifah. Hal ini disebabkan karena Muawiyah sendiri sudah sejak lama mempunyai ambisi untuk menduduki jabatan tertinggi dalam dunia Islam.

      Namun, Hasan bin Ali adalah sosok yang jujur dan lemah secara politik. Ia sama sekali tidak ada ambisius untuk menjadi pemimpin negara. Ia lebih mementingkan persatuan umat. Hal ini dimanfaatkan oleh Muawiyah untuk mempengaruhi masa untuk tidak melakukan ba’iat terhadap Hasan bin Ali. Sehingga banyak terjadi permasalahan politik, termasuk pemberontakan-pemberontakan yang didalangi oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Hasan bin Ali melakukan kesepakatan damai dengan kelompok Muawiyah dan menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah pada bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661M. Oleh karena itu, kepemimpinan Hasan hanya bertahan beberapa bulan saja.

      Nama lengkapnya Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushai. Ibunya Hindun binti Utbah bin Rabiah bin Abd al-Syams. Muawiyah dilahirkan di Makkah lima tahun sebelum kerasulan Nabi s.a.w, dan masuk Islam bersama ayahnya Abu Sufyan, saudaranya Yazid dan ibunya Hindun pada waktu penaklukan kota Makkah. Muawiyah adalah seorang yang ahli dan paling menguasai dunia politik, cerdik, ahli siasat, penguasa yang kuat dan bagus planingnya dalam urusan pemerintahan. Maka tidak mengherankan jika ia dapat menjadi gubernur selama dua puluh dua tahun (pada masa khalifah Umar dan Utsman, 13-35 H), dan menjadi khalifah selama dua puluh tahun (41-60 H).

      Sementara Hasan, nama lengkapnya adalah Hasan bin Ali bin Abi Thalib bin Abd al-Muthalib. Dia dilahirkan di Madinah tahun ketiga hijrah, cucu Nabi dari putrinya Fatimah. Namanya diberikan oleh kakeknya Rasulullah, dan Nabi sangat mencintai cucunya itu. Hasan ikut dalam ekspedisi penaklukan ke Arika Utara dan Tabaristan pada masa khalifah Utsman bin Affan. Ikut melindungi khalifah dari serangan pemberontak dan ikut dalam perang Jamal dan Shiffin bersama ayahnya.

      Dengan demikian, dunia Islam sepeninggal khalifah Ali terdapat dua khalifah, yaitu di Kufah dan Syam. Maka tawaran Hasan untuk berdamai merupakan suatu hal yang tepat untuk mengatasi masalah itu. Itulah sebabnya waktu Hasan mengajak Muawiyah berdamai langsung diterima Muawiyah karena dia sangat berambisi menjadi khalifah. Walaupun Hasan mengajukan beberapa syarat, bagi Muawiyah hal itu tidak ada persoalan, asalkan jabatan khalifah diserahkan Hasan bin Ali kepadanya. Adapun syarat-syaratnya, yaitu :

a.       Hasan menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyah dengan syarat, Muawiyah berpegang teguh kepada kitabullah dan sunnah Rasul serta sirah (perilaku) khalifah-khalifah yang shaleh.

b.      Agar Muawiyah tidak mengangkat seseorang menjadi putra mahkota sepeninggalnya dan urusan kekhalifahan diserahkan kepada orang banyak untuk memilihnya.

c.       Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap penduduk Irak, menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan mereka.

d.      Agar pajak tanah negeri Ahwaz di Persia diperuntukan kepada Hasan dan diberikan setiap tahun.

e.       Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 5 juta dirham dari Baitul Mal.

f.       Agar Muawiyah datang secara langsung ke Kufah untuk menerima penyerahan jabatan khalifah dari Hasan dan mendapat ba’iat dari penduduk Kufah.

      Muawiyah menyetujui syarat-syarat yang diajukan Hasan. Untuk itu, dia datang ke Kufah menerima ba’iat jabatan khalifah dari Hasan dan penduduk Kufah. Tahun itu (661 M/41H) disebut “Tahun Persatuan”, karena umat Islam telah bersatu dibawah pimpinan seorang khalifah.

      Hasan meninggal dunia di Madinah pada tahun 49 H. Karena diracun oleh salah seorang istrinya. Menurut Syi’ah, sudah berulang kali suruhan Muawiyah hendak meracun Hasan agar Muawiyah terbebas dari membayar kompensasi yang dipikulnya terus menerus setiap tahun.

      Nama dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa Jahiliyah. Muawiyah menciptakan sistem Monarki dalam pemerintahannya, walaupun untuk itu, dia telah melanggar janjinya dengan Hasan bin Ali. Daulah yang didirikan oleh Muawiyah ini diambil dari nama Umayyah bin Abd. Syams, datuk Muawiyah, daulah ini berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (41-132 H/661-750 M) dan dipimpin oleh 14 orang khalifah. Masa pemerintahan khalifah-khalifah itu dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu masa pertumbuhan, masa puncak dan masa kemunduran serta faktor-faktornya.

B.     Pertumbuhan Pemerintahan (661-680 M)

      Pada masa pertumbuhan ini mencakup masa pemerintahan Muawiyah (661-680 M/41-60 H), Yazid bin Muawiyah (680-683 M/61-63 H), Muawiyah bin Yazid (683 M/63 H) dan Marwan bin Hakam (684-685 M/64-65 H).

1.      Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680 M/41-60 H)

           Muawiyah sebagai khalifah pertama melakukan pemindahan ibu kota negara dari Kufah (pusat kekuasaan Ali) ke Damaskus karena dia sudah 22 tahun menjadi gubernur di daerah ini. Selain itu, dia mempunyai pendukung yang dapat diandalkan disana, sedangkan di Kufah terdapat pendukung Ali yang beraliran Syi’ah. Selain itu, Muawiyah untuk pertama kali dalam pemerintahan Islam mempergunakan tenaga bodyguard untuk alasan keamanan, juga Muawiyah membangun tempat khusus untuk dirinya di dalam masjid yang disebut Maqsurah. Muawiyah juga memperkuat pemerintahan dengan mengembangkan armada angkat laut sehingga ketika itu dia telah memiliki 1.700 buah kapal. Dia pernah menyerahkan angkatan laut dibawah pimpinan putranya Yazid untuk merebut konstantinopel (668-669 M). Akan tetapi, usaha ini gagal kaena pertahanan kota tersebut sangat kokoh.

           Menjelang wafatnya, dia mengangkat putranya Yazid sebagai putra mahkota yang mendapat dukungan dari para gubernurnya, tetapi dia mendapat tantangan dari para tokoh sahabat di Madinah, antara lain Husein bin Ali, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubeir, karena hal itu bertentangan dengan janjinya pada Hasan dahulu.

             Al-Mughiroh bin Syu’bah adalah orang pertama yang mengusulkan kepada Muawiyah agar mengangkat anaknya Yazid menjadi khalifah sepeninggalnya. Karena dia akan dipecat Muawiyah dari jabatannya sebagai gubernur Kufah, maka dia pergi ke Syam menemui Yazid bin Muawiyah. Pemikiran Al-Mughiroh itu diterima Muawiyah dengan menunjuk putranya Yazid menjadi khalifah sepeninggalnya, karena dia berkeinginan agar umat Islam tidak terlibat lagi dalam suatu pertempuran karena memperebutkan jabatan khalifah.

            Keinginan Muawiyah itu mendapat dukungan dari para gubernurnya, kecuali Ziyad, gubernur Basrah yang menganjurkan kepada Muawiyah agar tidak tergesa-gesa melaksanakan cita-citanya itu. Tetapi, setelah Ziyad meninggal, Muawiyah mendapat dukungan dari anaknya Ubaidilah bin Ziyad yang menggantikan ayahnya. Hal ini berarti keinginan Muawiyah itu mendapat dukungan penuh dari kalangan Bani Umayyah, tetapi ditentang oleh keturunan Bani Hasyim. Tantangan keras datang dari Abdurrahman bin Abi Bakar. Tantangan dari Bani Hasyim dan sahabat-sahabat yang tinggal di Madinah dihadapi Muawiyah dengan tangan besi. Dia datang kesana dan mengumpulkan rakyat dan sahabat-sahabat tersebut di masjid. Muawiyah mengancam, siapa yang berani memotong pembicaraannya, algojo telah siap memenggal lehernya. Dalam pidatonya, disebutkan bahwa tokoh-tokoh kalian telah setuju mengangkat Yazid sebagai khalifah sepeninggalku, “Apakah kalian setuju ?” Disambut rakyat dengan suara bulat, setuju.

           Dengan demikian, Muawiyah yang sudah berkuasa selama dua puluh tahun telah mendapat persetujuan dari seluruh wilayah untuk mengangkat putranya Yazid sebagai khalifah sepeninggalnya. Hal itu berarti telah mengubah wajah pemerintahan Islam dari sistem Demokrasi menjadi Monarki dengan mendudukan Bani Umayyah di semua jabatan-jabatan penting negara.

2.      Yazid ibn Muawiyah (680-683 M/61-63 H)

               Masa pemerintahan Muawiyah digantikan oleh anaknya Yazid yang memerintah hanya selama tiga tahun (61-63 H), akan tetapi, karena mendapat perlawanan dari penduduk Kufah, Bashrah, dan penduduk serta sahabat-sahabat di Madinah terutama di Makkah Abdullah bi Zubeir memberontak, maka pemerintahannya dihadapkan kepada kerusuhan-kerusuhan.

            Tahun pertama, dia membunuh Husein bin Ali di Karbela. Saat itu, penduduk Kufah mengundang Husein bin Ali untuk datang dan dijanjikan akan mereka angkat menjadi khalifah. Husein memenuhi undangan walaupun kepergiannya ke Kufah dicegah beberapa sahabat, tetapi Husein tetap berangkat dengan dikawal sekitar 200 orang, termasuk keluarganya. Mendengar kedatangannya ke Kufah, maka Yazid memerintahkan gubernur Kufah Ubaidilah bin Ziyad untuk mencegat Husein. Ubaidilah bersama 4.000 tentaranya mencegat Husein di Karbela (25 mil Barat Laut Kufah), dn mereka membunuh Husein dan rombongannya. Kepala Husein mereka penggal dan dikirim kepada khalifah Yazid di Syam, sementara badannya mereka kuburkan di Karbela. Peristiwa itu terjadi pada 10 Oktober 680 atau 10 Muharam 61 H.

            Tahun kedua, dia menjarah Madinah. Karena penduduk Madinah tidak mengakui kekhalifahan Yazid. Oleh sebab itu, dia mengirim utusan dan meminta kepada penduduk Madinah agar mereka taat kepadanya tanpa peperangan. Maka Yazid mengirim tentara kesana dibawah pimpinan Muslim bin Uqbah al-Murri, orang yang dikenal diktator dan kejam. Sayangnya, selama tiga hari, Muslim membolehkan para pasukan tentaranya melakukan tindakan brutal untuk berbuat apa saja yang mereka inginkan terhadap penduduk Madinah.

            Tahun ketiga, dia menggempur Ka’bah. Yazid menyuruh panglimanya, yaitu Muslim bin Uqbah agar melanjutkan penyerangannya ke Makkah untuk menaklukan kota suci itu seperti yang telah dia lakukan untuk kota Madinah. Sebab disana, Abdullah bin Zubeir mengangkat dirinya sebagai khalifah dan diakui oleh seluruh penduduk Hijaz. Ditengah jalan, dia meninggal dan digantikan oleh Husein bin Namir.

            Yazid meninggal secara mendadak tanpa diketahui yang menjadi penyebabnya, pemerintahannya digantikan oleh anaknya Muawiyah II bin Yazid, sebagai pengganti dia hanya memerintah selama 3 bulan dan sakit-sakitan, karena tidak mampu mengendalikan pemerintahan, dia mengundurkan diri. Tidak ada pengganti lagi dari keturunan mereka. Dengan demikian, berakhirlah masa pemerintahan Bani Umayyah dari Abu Sofyan dan beralih ke keturunan al-Hakam Abu Ash bin Umaiyah yaitu Marwan bin Hakam.

3.      Marwan bin Hakam (684-685 M/64-65 H)

           Marwan bin Hakam menggantikan Muawiyah II sebagai khalifah, dia mantan sekretaris Utsman bin Affan, dan menjadi gubernur Madinah pada masa Muawiyah, kini dia menjadi khalifah menggantikan Muawiyah II. Pada saat dia diangkat menjadi khalifah sudah ada tantangan dari Abdullah bin Zubeir yang pada masa itu sudah sejak khalifah Yazid memberontak dan telah mendapat pengakuan dari penduduk Hijaz, Kufah, Basrah dan sebagian penduduk Syam. Demikian juga dari kalangan Arab Utara di Syam telah ikut mengakui Abdullah bin Zubeir menjadi khalifah, sementara Arab Selatan berpihak kepada Marwan bin Hakam.

           Dalam menghadapi tantangan tersebut, Marwan hanya dapat mengalahkan Arab Utara dan mereka menyatakan tunduk kepadanya, dan juga meneruskan serangan ke Mesir, penduduk Mesir pun menyatakan sumpah setia kepadanya. Akan tetapi sebelum dapat mengalahkan penduduk Hijaz, dia wafat pada bulan Ramadhan 65 H dan hanya memerintah selama satu tahun. Sebelumnya, dia telah membujuk anaknya Abdul Malik sebagai penggantinya.

C.    Masa Kejayaan Pemerintahan dan Perkembangan Ilmu (685-715 M)

      Masa puncak pemerintahan daulah Umayyah berlangsung selama 30 tahun (685-715 M), yaitu pada masa Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) dan putranya Walid bin Abd Malik (705-715 M).

1.      Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)

            Abdul Malik yang menggantikan ayahnya Marwan sebagai khalifah adalah sebagai khalifah terbesar kedua setelah Muawiyah dalam pemerintah daulah Umayyah, karena dia berhasil memadamkan banyak pemberontakan dan menata administrasi pemerintahan, serta kemampuannya dalam mengendalikan berbagai urusan sehingga dia berhasil membebaskan daulah Umayyah dari carut marut yang merongrong daulah itu dan menggantinya dengan keagungan yang mempesona. Abdul Malik lahir di Madinah pada tahun 26 H, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Dia dikenal sebagai orang yang hafal al-qur’an, dia juga adalah seorang ilmuwan ahli fiqih, tafsir dan hadits di Madinah yang berguru pada ulama-ulama Hijaz di Madinah.

           Abdullah bin Zubeir telah memberontak di Hijaz sejak masa khalifah Yazid bin Muawiyah, tetapi Abdul Malik yakin dapat menghadapi pemberontakan Abdullah bin Zubeir tersebut. Untuk menghadapi pemberontakan Abdullah bin Zubeir, Abdul Malik mengirim Hajjaj bin Yusuf seorang panglima besar untuk memadamkan pemberontakannya di Makkah. Hajjaj mengepung Makkah selama 6,5 bulan. Sementara itu, Abdullah bin Zubeir berjuang gagah berani, namun pasukannya kalah dan dia terbunuh. Kemudian, Abdul Malik mengangkat Hajjaj menjadi gubernur Hijaz untuk beberapa lama dan berhasil pula menumpas pemberontakan lainnya di Semenanjung Arabia itu.

            Ada tiga hal, pembenahan yang dilakukan Abdul Malik dalam pemerintahannya, pertama, menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi diseluruh wilayah negara daulah Umayyah. Kedua, menciptakan mata uang yang seragam di seluruh wilayah negara. Dari mata uang dinar dan dirham disatukan menjadi mata uang riyal, sampai sekarang. Ketiga, pelayanan pos yang lebih disempurnakan dari yang selama ini ada untuk menghubungkan sebuah ibu kota dengan ibu kota lainnya di seluruh provinsi dan antara provinsi dengan negara.

2.      Walid bin Abd Malik (705-715 M)  

            Setelah Abdul Malik memerintah selama dua puluh tahun (685-705 M) dia mengangkat anaknya Al-Walid sebagai khalifah penggantinya. Khalifah Al-Walid mewarisi stabilitas politik yang memungkinkannya dapat membangun negara. Oleh sebab itu, dia memperluas Masjid Makkah, membangun Masjid Madinah. Di Syam, sebagai ibu kota negara, dia membangun sejumlah sekolah dan rumah ibadah serta membantu lembaga-lembaga sosial, seperti lembaga yang menangani penderita penyakit kusta, lumpuh dan buta.

           Al-Walid bin Abdul Malik melakukan perluasan wilayah di Front Timur mencapai titik terjauh dengan kecermelangan dibawah dua panglima perangnya yaitu Qutaibah bin Muslim dan Muhammad bin Al-Qasim, keduanya merupakan menantu Al-Hajaj. Mereka telah berhasil menguasai India bagian barat (kini Pakistan) , Bukhara, Samargand, dan Sind. Penaklukan di Front Barat yang dilakukan Musa bin Nushair, tidak kurang cemerlang dari Front Timur. Sebagai gubernur, Qairawan dua dapat meluaskan wilayah Islam sampai ke Spanyol.

3.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Peradaban

           Selain mempelajari ilmu agama, para ilmuwan muslim dari masa daulah Umayyah juga belajar banyak bidang keilmuan lainnya. Faktor perkembangan ilmu pengetahuan daulah Umayyah adalah perluasan wilayah kekuasaan.

a.       Ilmu Agama

           Salah satu ilmu agama yang berkembang adalah ilmu hadits, yang ditandai dengan kodifikasi dan pembukuan hadits.

b.      Ilmu Kalam

            Ilmu kalam ini membahas masalah-masalah keimanan dengan mempergunakan argumen-argumen akal atau filosofis. Munculnya ilmu ini dalam Islam setelah Islam tersiar kepada bangsa-bangsa non-Arab yang telah lebih tinggi kebudayaannya. Mereka senantiasa mengajukan pertanyaan-mengenai dasar-dasar keimanan dengan mempergunakan argumen filosofis. Diantara tokoh-tokoh ulama kalam adalah: Washil bin Atha, Abu Huzail Al-Jubba’i dab Al-Nazham.

c.       Ilmu Tasawuf

           Ilmu ini muncul berawal dari ajaran Zuhd, yaitu ajaran yag menekuni ibadah dan menjauhkan diri dari kesenangan hidup duniawi. Dalam membersihkan jiwa sehingga berada dekat dengan Tuhan mereka tempuh melalui tahapan-tahapan disebut dengan maqamat, seperti al-Taubah, al-Zuhd, al-Shabar, al-Tawakkal, al-Ridha. Pelopor ajaran ini adalah Hasan Basri.

d.      Ilmu Bahasa

           Pemerintahan daulah Umayyah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan di berbagai wilayah. Hal ini kemudian mendorong lahirnya ahli bahasa, yaitu Sibawaihi, yang menghasilkan karya berjudul Al-Kitab yang menjadi pedoman ilmu tata Bahasa Arab hingga saat ini. Pada masa pemerintahan Abdul Malik juga dilakukan pembaruan ragam tulisan Arab. Hajaj Ibn Yusuf memperkenalkan tanda vokal dan tanda titik untuk membedakan beberapa huruf yang sama bentuknya.

e.       Ilmu Filsafat

           Filsafat Islam pertama kali muncul pada masa daulah Umayyah, dimulai dengan penerjemah filsafat Yunani kedalam Bahasa Arab. Salah satu ilmuwan dalam bidang dilsafat yang sangat terkenal adalah Al-Farabi. Al-Farabi menciptakan titik balik sejarah pemikiran filsafat Islam dan salah satu karyanya adalah Ihsab al-Ulum (perhitungan ilmu).

f.       Ilmu Kedokteran

           Ilmuwan dalam bidang kedokteran yang terkenal adalah Abu Al-Qasim Az-Zahrawi. Dia adalah seorang dokter terkemuka yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya ilmu bedah.

g.      Ilmu Fisika

            Salah satu ahli fisika dari Bani Umayyah adalah Ibnu Bajjah, yang mengatakan bahwa selalu ada  reaksi pada setiap aksi. Teori ini berpengaruh pada fisikawan setelahnya, termasuk Newton dan Galileo.

            Selain perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu agama, pada masa daulah Umayya berkembang juga peradaban lainnya, yaitu:

a.       Arsitektur

           Seni bangunan pada masa daulah Umayyah adalah bangunan sipil berupa kota-kota, dan bangunan agama berupa masjid-masjid. Di masa daulah Umayyah banyak kota-kota baru dibangun dan kota-kota lama diperbaharui dengan pembangunan berbagai gedung dengan gaya perpaduan Persia, Romawi dan Arab, tetapi dijiwai semangat Islam. Damaskus, dahulu sebelum Islam merupakan ibu kota kerajaan Romawi di Syam. Sebagai kota lama diperbaharui oleh Muawiyah, dengan mendirikan gedung-gedung indah bernilai seni, dilengkapi dengan jalan-jalan dan taman rekreasi yang menakjubkan dan dijadikan sebagai ibu kota daulah Umayyah. Pada masa Al-Walid, dibangun pula masjid agung yang terkenal sampai sekarang dengan nama “Masjid Damaskus” atas kreasi arsitektur Abu Ubaidah bin Jarrah.

b.      Organisasi militer

          Pada masa Umayyah, organisasi militer terdiri dari Angkatan Darat (al-Jund), Angkatan Laut (al-Bahriyah), dan Angkatan Kepolisian (as-Syurtah).

c.       Perdagangan

          Setelah dinasti Umayyah berhasil menguasai wilayah yang cukup luas, maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutra, keramik, obat-obatan, dan wewangian. Adapun lalu lintas dilautan ke arah negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia.

d.      Kerajinan

          Pada masa khalifah Abd Malik mulai merintis pembuatan tiraz (semacam bordiran), yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Di bidang seni lukis, sejak khalifah Muawiyah sudah mendaapat perhatian masyarakat. Seni lukis tersebut terdapat di masjid-masjid juga di luar masjid.

D.    Kemunduran Pemerintahan Dinasti Umayyah I

      Pada masa ini mencakup 8 orang khalifah, yaitu Sulaiman bin Abd Malik (715-717 M), Umar bin Abd Aziz (717-720 M), Yazid bin Abdil Malik (720-724 M), Hisyam bin Abd Malik (724-743 M), Al-Walid bin Yazid (743-744 M), Yazid bin Al-Walid (744 M), Ibrahim bin Walid (744 M), dan Marwan bin Muhammad (744-750 M).

1.      Sulaiman Menahan Pahlawan Spanyol

            Sulaiman bin Abdul Malik dilahirkan pada tahun 54 H. Dia menggantikan saudaranya Al-Walid kebagai khalifah. Hal ini berarti terjadi pengangkatan dua putra mahkota oleh Abdul Malik. Sebelum Al-Walid meninggal, dia pernah bermaksud memecat saudaranya Sulaiman sebagai putra mahkota. Dalam hal ini, Al-Walid meminta nasihat kepada para penasehat dan panglima-panglimanya. Ketiga panglimanya, Al-Hajjaj bin Yusuf, Muhammad bin Qasim, dan Quthaibah bin Muslim menyetujui maksud tersebut, tetapi umar bin Abdul Aziz menentangnya dan megatakan kepada Al-Walid :”Baiat dan sumpah setia kepadamu dan saudaramu Sulaiman adalah satu, tidak dapat dibagi-bagi”. (Ibid., hl.94).

           Al-Hajjaj wafat sebelum Al-Walid wafat, maka dia terbebas dari kebencian Sulaiman, tetapi Muhammad bin Qasim dan Quthaibah bin Muslim dibunuh oleh Sulaiman. Demikian juga keluarga Muhammad Al-Qasim dan keluarga Quthaibah bin Muslim mendapat siksaan dari khalifah Sulaiman.

           Lain halnya dengan Musa bin Nusair, dalam perjalanan pulang dari Andalusia, dia membawa hadiah-hadiah dan bingkisan untuk khalifah Al-Walid yang sedang sakit, Sulaiman menulis surat kepada Musa agar memperlambat perjalanan dengan harapan Al-Walid wafat sebelum barang-barang itu sampai, tetapi Musa menolak permintaan itu hingga dia sampai ke Damaskus sebelum Al-Walid wafat. Sebab itu, Sulaiman menaruh dendam kepadanya, setelah dia menjadi khalifah, maka Musa disiksa dan dimasukannya ke dalam penjara dengan membayar denda yang besar, terpaksa Musa meminta pertolongan bangsa Arab untuk membayar dendanya.

           Masa pemerintahan Sulaiman tidak lebih dari dua tahun. Dia adalah khalifah yang menyenangi makanan dan wanita, pada masa pemerintahannya diwarnai dengan serba kemewahan yang sangat berlebihan, sehingga berbagai perbuatan rendah menyebar di istana sampai kepada para gubernurnya. Dia sakit selama satu minggu dan menunjuk anak pamannya Umar bin Abd al-Aziz sebagai khalifah penggantinya.

2.      Umar ibn Abd Aziz yang Adil

            Umar adalah anak keturunan terkenal, ayahnya Abd al-Aziz bin Marwan, pamannya Abdul Malik khalifah agung, istrinya Fathimah binti Abdul Malik, saudara Al-Walid. Dia dididik dan dibesarkan dalam suasana penuh kenikmatan dan kemakmuran, dikelilingi oleh kekayaan yang melimpah ruah. tetapi setelah diangkat menjadi khalifah dia hidup zuhud san sederhana.

           Hal itu tidak mengherankan karena pada masa pemerintahannya keadilan ditegakan, peperangan dihentikan, kezaliman dimusnahkan, harta yang dirampas dikembalikan, diskusi-diskusi dan dakwah secara lemah lembut ditegakan di galakannya sehingga banyak negeri-negeri dengan kesadaran sendiri menyatakan diri masuk Islam.

          Di bidang ekonomi, dia menurunkan tarif berbagai pajak dan menhentikan pemungutan jizyah bagi mereka yang masuk islam. Di bidang politik, dia melakukan dialog dengan kaum Khawarij sehingga mereka tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan sebagaimana biasa mereka lakukan selama ini.

           Namun, pemerintahan Umar begitu pendek hanya dua tahun lima bulan, tetapi kalangan bani Umayyah merasakan beratnya tekanan khalifah Umar kepada mereka, sebab Umar telah mengambil kembali harta benda yang tidak sedikit jumlahnya yang selama ini mereka kuasai. Karena beratnya tekanan tersebut diperkirakan mereka meracun Umar kemudian sakit dan wafat pada bulan Rajab 101 H.

3.      Yazid dan Khalifah Lainnya yang Berfoya-Foya

           Yazid bin Abdil Malik menggantikan khalifah Umar. Dia terkenal sebagai khalifah yang senang berfoya-foya, berhura-hura dan bersenang-senang dengan wanita. Di atas semua itu, dia mengembalikan tanah-tanah dan hadiah-hadiah yang telah diambil Umar untuk Baitul Mal kepada para pemiliknya semula, sehingga harta di Baitul Mal menjadi kosong dan rakyat kembali hidup melarat.

          Yazid menunjuk saudaranya Hisyam bin Abdil Malik sebagai khalifah dan anaknya Al-Walid sesudahnya. Masa pemerintahan Hisyam cukup lama selama dua puluh tahun sama dengan masa pemerintahan Muawiyah. Dia termasuk salah seorang khalifah terbaik bani Umayyah. Terkenal sebagai seorang penyantun dan pribadi yang bersih, cermat, hemat. Ada tiga ahli politik dari bani Umayyah: Muawiyah, Abdul Malik, dan Hisyam.

           Pada masanya, dia mengatur kantor-kantor pemerintahan dan membetulkan perhitungan Baitul Mal. Demikian juga perhitungan keuangan negara. Dengan demikian, keuangan negara menjadi lancar, teratur, sehingga tidak ada lagi kesempatan menggelapkan uang negara yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Dia mengatur pemasukan dan pengeluaran Baitu Mal dengan cermat dan hemat. Dia tidak mau mengambil haknya dari Baitul Mal kecuali setelah disaksikan empat puluh orang.

          Khalifah Hisyam lebih memperhatikan perkembangan ekonomi. Dia membangun irigasi dan pelabuhan, juga industri pakaian sutra dan beludru. Tetapi hasil perkembangan ekonomi itu tidak dapat mencukupi kekurangan kas di Baitul Mal. Dalam rangka menutupi kekurangan kas Baitul Amal, Hisyam menetapkan beban pajak yang cukup memberatkan kepada kaum Mawali, yang sudah dihapuskan dulu pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hal itu membuat mereka kaget karena jumlahnya cukup besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

           Akibat dari kebijaksaan Hisyam itu, membuat kaum Mawali memberontak. Bangkitlah al-Harits bin Suraij memberontak dengan semboyan memerangi kaum Umayyah (Arab) orang-orang yang menzhalimi mereka. Selain itu, Hisyam cukup dendam kepada kaum Alawi (Syi’ah) dan menghukum mereka setiap ada kesempatan. Sebagai contoh adalah hukuman yang ditempakannya kepada Yazid dan Yahya, dua putra Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Faktor tersebut, mengakibatkan timbulnya pemberontakan-pemberontakan yang terus menerus dari kaum Persia, Syi’ah yang mengakibatkan kehancuran pemerintahannya.

           Al-Walid bin Yazid menggantikan Hisyam sebagai khalifah atas penunjukan ayahnya Yazid sesudah Hisyam. Al-Walid sama dengan ayahnya Yazid mempunyai sifat berfoya-foya, bermental bejat, dikelilingi dayang-dayang. Dia dapat menghabiskan harta benda yang melimpah ruah yang diwarsikan Hisyam. Akibat perilaku yang buruk itu dia dibunuh oleh Yazid bin Al-Walid.

          Yazid bin Al-Walid menggantikan Al-Walid bin Yazid hanya memerintah lima bulan karena penduduk Hims memberontak kepadanya dan menuntut bela atas kematian Al-Walid yang membawa kepada kematiannya. Sebelum wafatnya, dia menunjuk saudaranya Ibrahim bin Al-Walid menjadi khalifah.

           Ibrahim bin Al-Walid hanya memerintah dua bulan, kedudukannya sebagai khalifah tidak disepakati oleh kaum muslimin, ada yang memanggil dia “khalifah” ada pula yang memanggilnya “amir”. Marwan bin Muhammad membawa pasukan besar ke Syam menuntut bela atas kematian Al-Walid bin Yazid, pasukan Marwan membunuh Ibrahim dan mereka memba’iat Marwan bin Muhammad sebagai khalifah.

          Marwan naik tahta pada saat diibaratkan pakaian khalifah Umayyah sudah sangat lusuh dan tipis, walaupun dia ingin memperbaiki keadaan, tetapi tidak ada lagi untuk menambal kain. Pada masa pemerintahan khalifah Marwan bin Muhammad terjadi sejumlah pemberontakan diwilayah kekuasaannya. Di Mesir terjadi kerusuhan karena gubernur yang diangkat Marwan II menghentikan pemberian tunjangan yang dulu diperintahkan oleh Yazid III untuk diberikan kepada para anggota baru dalam angkatan darat dan laut.

           Sementara di Yaman, kerusuhan timbul antara lain karena pemerintah setempat memungut pajak sangat tinggi dari orang Arab. Kesibukan Marwan II dalam menumpas pemberontakan membuat wilayah Khurasan dikuasai Bani Abbas (dinasti yang didirikan oleh Abu Abbas as-Saffah). Gerakan bani Abbas ini merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan dinasti Umayyah. Setelah Khurasan dikuasai, gerakan Bani Abbas bergerak menuju Irak dan dapat merebut wilayah itu dari pejabat bani Umayyah.

            Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus runtuh pada Januari 750 M, ketika khalifah Marwan II dikalahkan oleh pasukan Abbasiah dalam pertempuran Zab. Setelah kalah, Marwan melarikan diri ke Mesir dan terbunuh pada bulan Agustus di tahun yang sama. Peristiwa itu menjadi tanda berakhirnya pemerintahan bani Umayyah di Damaskus. Namun, salah seorang keturunannya bernama Abdurrahman ad-Dakhil berhasil melarikan diri ke Afrika Utara dan menyeberang ke Andalusia (Spanyol). Abdurrahman kemudian mulai membangun kekuasaan bani Umayyah di Andalusia dan memusatkan pemerintahannya di Kordoba.

E.     Faktor-Faktor Penyebab Kejatuhan Dinasti Umayyah

      Ada beberapa faktor yang menyebabkan kejatuhan dinasti Umayyah, diantaranya sebagai berikut:

1.      Faktor Internal

a)      Perubahan sistem pemerintahan Demokrasi menjadi sistem pemerintahan Monarchi Heridetis (kerajaan turun temurun).

b)      Terjadinya perebutan kekuasaan. Mengenai pergantian khalifah, dukungan dari suku Arab terkuatlah yang pada akhirnya menentukan siapa yang berhak menjadi khalifah. Perselisihan mudah timbul karena tidak adanya suatu kebijaksaan yang tegas tentang siapa yang paling berhak menjadi khalifah, apakah dari khalifah ke anak atau dari khalifah ke saudara, sepanjang saudara kandung masih hidup.

c)      Kelalaian pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan di dinasti Umayyah. Dinasti Umayyah memasuki fase kemunduran sejak empat pemerintahan khalifah terkahir, yaitu Walid ibn Yazid, Yazid ibn Walid, Ibrahim ibn Walid, dan Marwan ibn Muhammad. Kelemahan keluarga yang memerintah merupakan sebab yang utama dan terpenting membawa dinasti Umayyah pada kemunduran dan akhirnya jatuh. Pada umumnya, khalifah yang berkuasa tidak mampu. Mereka banyak menghabiskan waktu untuk berburu dan minum-minum anggur serta mementingkan syair dan musik dari pada al-qur’an dan urusan negara.

d)     Perbedaan derajat. Kesuksesan dinasti Umayyah tidak lepas dari peranan orang-orang Arab. Hal ini menyebabkan orang-orang Arab dari dinasti Umayyah merasa besar kepala. Mereka memandang orang-orang Islam non-Arab dengan pandangan sebelah mata, sehingga sikap tersebut menimbulkan fitnah diantara sesama kaum muslimin.

e)      Perang antar suku. Persaingan antara suku yang sudah lama memperlemah dinasti Umayyah. Suku-suku Arab terbagi menjadi dua kelompok. Arab sebelah Utara disebut Mudariyah (Bani Qays) dan Arab sebelah Selatan disebut Yamaniyah (Bani Kalb). Khalifah dinasti Umayyah mendukung salah satu dari kelompok  Arab tersebut, tergantung yang mana cocok dengan mereka.

 

 

2.      Faktor Eksternal

            Pada masa awal pembentukan dinasti Umayyah, terdapat dua golongan yang tidak menyukai pemerintahan tersebut yaitu Khawarij dan Syi’ah. Baik golongan Khawarij maupun Syi’ah sama-sama menentang pemerintahan Bani Umayyah. Mereka menjadi gerakan oposisi baik secara terbuka maupun tersembunyi. Penumpasan gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintahan Umayyah. Selain golongan Khawarij dan Syi’ah, golongan yang lainnya yaitu, golongan Mawali, Hasyim dan Abbasiah.

            Sebagai penyebab langsung jatuhnya dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas ibn Abdul Muthalib pada masa pemerintahan Hisyam ibn Abdul Malik. Munculnya gerakan kaum Abbasiah tersebut mendapat dukungan penuh dari golongan-golongan lain. Sehingga kaum Abbasiah memanfaatkan momentum tersebut dengan terus melancarkan serangan ke dinasti Umayyah. Hingga pada masa kepemimpinan Marwan ibn Muhammad, kekuasaan dinasti Umayyah harus takluk dan digulingkan. Kekuasaan bani Umayyah di Damaskus runtuh pada bulan Januari 750 M, ketika khalifah Marwan II dikalahkan oleh pasukan Abassiah di pertempuran Zab Hulu.

F.     Para Khalifah Dinasti Umayyah I di Syria

1.      Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680 M)

2.      Yazid bin Muawiyah (680-683 M)

3.      Muawiyah bin Yazid (683 M)

4.      Marwan bin Hakam (684-685 M)

5.      Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)

6.      Walid bin Abd Malik (705-715 M)

7.      Sulaiman bin Abd Malik (715-717 M)

8.      Umar bin Abd Aziz (717-720 M)

9.      Yazid bin Abd Malik (720-724 M)

10.  Hisyam bin Abd Malik (724-743 M)

11.  Al-Walid bin Yazid (743-744 M)

12.  Yazid bin Al-Walid (744 M)

13.  Ibrahim bin Walid (744 M)

14.  Marwan bin Muhammad (744-750 M)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

      Nama dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa Jahiliyah. Pendiri dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushai. Ibunya Hindun binti Utbah bin Rabiah bin Abd al-Syams. Muawiyah dilahirkan di Makkah lima tahun sebelum kerasulan Nabi s.a.w, dan masuk Islam bersama ayahnya Abu Sofyan, saudaranya Yazid dan ibunya Hindun pada waktu penaklukan kota Makkah.

      Daulah ini berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (41-132 H/661-750 M) dan dipimpin oleh 14 orang khalifah, diantaranya: Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Muawiyah, Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abd Malik, Sulaiman bin Abd Malik, Umar bin Abd Aziz, Yazid bin Abd Malik, Hisyam bin Abd Malik, Al-Walid bin Yazid, Yazid bin Al-Walid, Ibrahim bin Walid, dan Marwan bin Muhammad.

      Bani Umayyah mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan khalifah Al-Walid I atau Al-Walid bin Abdul Malik yang memimpin pada tahun (705-715 M). Adapun penyebab runtuhnya dinasti Umayyah ini disebabkan oleh faktor internal dan ekstrnal. Faktor internal meliputi: Perubahan sistem pemerintahan Demokrasi menjadi sistem pemerintahan Monarki, terjadinya perebutan kekuasaan, kelalaian pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan di dinasti Umayyah perbedaan derajat , dan perang antar suku. Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas ibn Abdul Muthalib pada masa pemerintahan Hisyam ibn Abdul Malik. Munculnya gerakan kaum Abbasiah tersebut mendapat dukungan penuh dari golongan-golongan lain. Sehingga kaum Abbasiah memanfaatkan momentum tersebut dengan terus melancarkan serangan ke dinasti Umayyah. Hingga pada masa kepemimpinan Marwan ibn Muhammad, kekuasaan dinasti Umayyah harus takluk dan digulingkan.

B.     Saran

      Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberi kritik dan saran yang membangun kepada Penulis, demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.      

                             

DAFTAR PUSTAKA

Barudin, Topaji Pandu. 2019. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Umayyah.     Klaten: Cempaka Putih.

https://repository.uin-suska.ac.id/10391/I/Sejarah%20Peradaban%20Islam.pdf.

          Di akses pada 07 Oktober 2022

Hamka. 1975. Sejarah Umat Islam, Jilid II dan III. Jakarta: Bulan Bintang.

Nasution, Syamrudin. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Riau: Yayasan Pusaka Riau.

https://www.slideshare.net/perkembangan-peradaban-dan-ilmu-pengetahuan-masa-bani     umayyah.  Di akses pada 07 Oktober 2022

Mahmudunnasir, Syed. 1988. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosda     Bandung.

Maryam, Siti. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Yogakarta: Lesfi.

Maududi, Abu A’la. 1998. Khilafah dan Kerajaan. Bandung: Mizan.

Yatim, Bardi. 1992. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo.

Zamil, Ahmad. 1997. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus.